Jumat, 13 April 2012

undangan Rumah Qur'an Ash-Shohwah


 






Tanjung Redeb, 12 April 2012
Nomor        : 01/RQA-YPDSI/IV/12
Lampiran    : -
Perihal        : Undangan Launching RQA

Kepada Yth.
Kepala Sekolah TKIT Ash-Shohwah
di-
Tanjung Redeb

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
    Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. atas nikmat yang selalu diberikan kepada kita semua. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan ke Rasulullah Muhammad S.A.W. beserta keluarga, sahabat dan umatnya.
    Dalam rangka launching Rumah Qur’an Ash-Shohwah, maka dengan ini kami meminta kepada Kepala Sekolah untuk mengirimkan seluruh tenaga pengajar beserta staff untuk menghadiri acara tersebut yang akan dilaksanakan pada :
    Hari/Tanggal    : Kamis, 19 April 2012
    Waktu        : 13.00-15.00 WITA
    Tempat    : Mesjid Nurul Ilmi Ash-Shohwah Al-Islamiyah
              ( Jl. Al-Bina Pembangunan I )
    Atas perhatian dan kehadirannya, kami ucapkan terima kasih.




Senin, 26 Maret 2012

MENSYUKURI NIKMAT-NIKMAT ALLAH - Tugas kelompok kelas X MAN Tanjung Redeb

KATA PENGANTAR

  Berkat rahmat dan hidayah dari tuhan yang maha esa serta dorongan untuk menyukseskan perogram pendidikan di SMA/MAN maka penyusunan makalah Al-Qur'an Hadist ini dapat kami selesaikan.
dalam makalah ini kami di beri bekal untuk dapat menerapkan segala ilmu yang di pelajari melalui uraian materi.
  Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan,maka kami mengharapkan adanya keritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami.

                                                                                                     

                                                                                           Tg.Redeb BERAU,Maret 2012

                                  Nama keLompok :
                                                               Raudah Multazam
                                                               Rini andriyani
                                                               Sri ramadania

                                                            Daftar Isi

                                
Kata pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi.........................................................................................................iii



                                 Mengingat dan mensyukuri nikmat Allah
Mengingat nikmat allah,menjauhkan diri dari dosa .............................................1
Dalil mengingat nikmat allah...............................................................................2
Mensyukuri nikmat Allah...................................................................................3
Dalil mensyukuri nikmat Allah............................................................................4
Cara mensyukuri nikmat Allah...........................................................................5
Keutamaan orang yang bersyukur.....................................................................6


Banyak jalan untuk menuju surga Allah, dan tidak sedikit pula cara untuk mendekatkan diri kepadanya. Salah satu di antara sekian banyak cara itu adalah dengan mengingat sumber rizki dan segala karunia yang kita rasakan. Mari kita bertanya kepada hati kecil kita masing-masing, siapa kah pemberi rizki yang selama ini kita nikmati? Secara jujur, tentunya kita akan menjawab, bahwa rizki dan karunia itu semuanya datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemberi Rizki. Dengan mengingat bahwa rizki itu dari Allah, maka akan muncul rasa malu untuk berbuat kesalahan. Betapa tidak layaknya, ketika Allah selalu berbuat baik kepada kita, sedangkan kita selalu melanggar aturanNya.
Sebenarnya, Allah tidak butuh dengan ibadah kita, Allah tidak butuh dengan shalat kita, puasa kita, zakat kita, haji kita dan segala amal ibadah kita. Bahkan Allah juga tidak butuh dengan ucapan syukur kita. Mengapa? … Allah Maha Kaya, Dia yang memiliki segalanya. Bahkan, sebenarnya kita lah yang butuh kepada Allah, kita lah yang butuh untuk melakukan shalat, melaksanakan puasa, mengeluarkan zakat dan melaksanakan haji dan semua ibadah-ibadah yang lainnya. Kita lah yang butuh untuk bersyukur kepadaNya. Karena Ibadah kita secara umum adalah bekal yang akan kita bawa untuk perjalanan kita menuju jannah Allah.

Namun walau pun demikian, bukan berarti kita bebas untuk tidak melakukan kewajiban dan bebas melakukan kesalahan. Di mana letak rasa keadilan kita dan di mana letak kewarasan kita, jika seseorang selalu berbuat baik kepada kita sedangkan kita tidak pernah berbuat baik kepadanya, bahkan kita balas dengan lemparan kotoran dan caci maki. Secara akal, orang yang bertindak demikian bisa dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.

Mari kita belajar untuk menjauhi perbuatan dosa dengan menyimak pesan yang tersirat dalam percakapan antara Ibrahim bin Adham dan seorang laki-laki yang sering melakukan dosa.

Suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “ Aku adalah seorang hamba yang banyak berbuat dosa, karena itu, tolong nasehati aku”. Lalu Ibrahim menjawab, “Jika kamu berbuat kejahatan, dosa dan maksiat, maka janganlah kamu tinggal di bumi dan makan dari rizki Allah SWT”. Orang itu menjawab, “Kalau begitu, di mana aku harus tinggal dan dari mana aku makan? Semua yang ada di bumi ini adalah pemberian Allah SWT”. Ibrahim berkata, “Kalau begitu, pantaskah kamu berbuat maksiat kepada Allah sedangkan kamu hidup di bumiNya dan makan dari rizkiNya?”

Seorang hamba yang beriman, sejatinya akan selalu takut untuk melakukan perbuatan dosa, hatinya akan bergetar dan seketika merasa lemah ketika dihadapkan pada peluang untuk berbuat jahat. Dalam hal ini, Abu Atahiyah pernah memberikan sebuah tamsil yang patut kita jadikan guru dalam kehidupan, dia berkata “Sesungguhnya orang mukmin ketika melihat dosa-dosanya seakan-akan dia tersesat masuk ke dalam rimba belantara yang penuh dengan binatang buas, sehingga dia merasakan ketakutan yang luar biasa.”

Lain halnya dengan orang-orang yang kurang keimanannya kepada Allah, dosa dan maksiat adalah hal yang lazim dilakukan, tidak ada lagi terbersit di dalam hatinya perasaan bersalah ketika melakukan dosa, bahkan dia akan selalu mencari peluang melakukan dosa dan kesalahan. Abu Atahiyah kemudian melanjutkan tamsilnya, “Adapun orang-orang yang senang melakukan perbuatan maksiat, dosa dan durhaka kepada Allah, bagaikan seekor serigala lapar di padang pasir yang mencium bau bangkai.”

Ini lah kesalahan besar yang sering kita lakukan. Kita terkadang dengan mudahnya mempermainkan hukum Allah SWT, meremehkan ajaran islam, bangga dengan kejahatan, dan melakukan dosa dan kemaksiatan siang dan malam tanpa merasa malu kepada Yang Memberi Rizki.

Jika konsep ini kita bawa dan kita terapkan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air, maka pastilah kita akan menjadi Negara yang paling bersyukur dan taat kepada Allah. Karena betapa besarnya karunia Allah di bumi pertiwi ini, betapa Negara ini diberikan kesuburan tanah yang tiada bandingnya, kekayaan alam yang berlimpah, hasil tambang yang beraneka ragam dan kekayaan laut yang setiap hari diambil tidak ada habis-habisnya. Patut kah kita melakukan dosa di negeri ini, sedangkan Allah telah memberi kita karunia yang tiada terhingga? Mudah-mudahan kita semua tidak mau dikatakan sebagai orang yang berpenyakit jiwa.

                                                      DALIL MENGINGAT NIKMAT ALLAH
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Aku anugrahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Kulah kamu harus tunduk.
(QS Al Baqarah : 40)
Ayat di atas mengandung beberapa pelajaran diantaranya adalah :
Pelajaran Pertama :
Yang dimaksud Bani Israil adalah anak keturunan Nabi Israil. Nabi Israil adalah nama lain dari pada nabi Ya’qub. Nabi Ya’qub adalah anak dari nabi Ishaq bin Ibrahim as.
Disana ada 5 nabi yang mempunyai nama lebih dari satu, mereka itu adalah:
  1. Nabi Muhammad saw mempunyai nama lain, yaitu Ahmad.
  2. Nabi Isa, as mempunyai nama lain, yaitu Al Masih.
  3. Nabi Ya’qub as mempunyai nama lain, yaitu Israil.
  4. Nabi Yunus as mempunyai nama lain, yaitu Dzun An Nun
  5. Nabi Ilyas as mempunyai nama lain, yaitu Dzul Kifli
Sedang Israil sendiri mempunyai banyak arti, diantaranya adalah :
  1. Isra adalah berasal dari bahasa Ibrani yang berarti hamba, sedang Il barrti Allah, maka arti dari Israil adalah : hamba Allah.
  2. Isra berarti pilihan , sedang Il adalah Allah, maka Israil berarti pilihan Allah
  3. Isra berarti perjalanan waktu malam, maka Israil berarti seseorang yang melakukan perjalan malam menuju kepada Allah swt.
Pelajaran Kedua :
Perintah Allah kepada Bani Israil untuk selalu mengingat nikmat Allah kepada mereka. Perintah tersebut mengandung beberapa pelajaran :
  1. Mengingat nikmat Allah, tidak harus dengan ucapan, tetapi yang lebih penting adalah mengingatnya dengan hati
  2. Banyak nikmat Allah yang telah dianugrahkan Allah kepada Bani Israil, diantaranya adalah :
    1. Diselamatkan dari kekejaman Fir’aun dan balatentaranya
    2. Banyak dari kalangan Bani Israil yang diangkat menjadi nabi Allah
    3. Diturunkan kepada mereka kitab-kitab suci
    4. Diturunkan kepada mereka Al Manna dan Salwa.
    5. Dipancarkan kepada mereka air dari sela-sela batu
    6. Diberitahukan kepada mereka di dalam Taurat bahwa akan datang utusan Allah yang terakhir yaitu nabi Muhammad saw.
  3. Nikmat yang diberikan kepada nenek moyang mereka, berarti nikmat mereka juga, karena mereka juga terangkat derajatnya dengan tinggi derajat nenek moyang mereka.
  4. Nikmat yang di dapat oleh Bani Israil semata-mata hanya karunia Allah swt, dengan dalil bahwa Allah berfirman : “ yang Aku anugrahkan kepadamu. “
Pelajaran Ketiga :
Sebagai umat Islam, kita harus selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat Islam, karena Islam yang kita yakini adalah nikmat yang paling besar yang diberikan Allah kepada kita. Allah berfirman :
“ Hari ini Aku lengkapi bagimu agamamu ( yaitu Islam ), dan Aku sempurnakan bagimu akan nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agamamu “(Qs Al Maidah : 3 )
Dalam ayat di atas Allah menyebutkan sempurnanya nikmat setelah sempurnanya agama ini, berarti nikmat yang paling sempurna adalah agama Islam ini. Dan semua nikmat yang kita dapatkan dari Allah swt di dunia ini, belum dikatakan sempurna sampai kita berpegang teguh pada ajaran agama Islam.
Pelajaran Keempat :
Oleh karenanya, kita dianjurkan untuk bergembira dan bersyukur ketika bisa melaksanakan salah satu dari ajaran Islam ini. Hal itu terlihat jelas dari dua hari raya,yaitu Idul Fitri dan Idul Adha :
  • Kita dianjurkan bersyukur dan bergembira ketika bisa melaksanakan ibadat puasa selama satu bulan penuh, makanya Allan menjadikan hari Idul Fitri, sebagai hari bersyukur dan bersenang-senang dengan ibadat puasa yang kita laksanakan satu bulan penuh.
  • Begitu juga kita diperintahkan untuk bersyukur dan bersenang-senang setelah melaksanakan ibadat haji dan wukuf di arafah bagi yang haji, dan puasa hari arafah bagi yang tidak haji , dengan adanya Idul Adha.
Pelajaran Kelima :
Nikmat Allah yang berupa kemampuan melaksanakan ibadat, harus kita syukuri dengan ibadat lain, seperti nikmat ibadat puasa kita syukuri dengan memberikan zakat fitri kepada orang-orang fakir miskin. Sedang nikmat ibadat haji, wukuf di Arafah dan puasa hari Arafah, kita syukuri dengan menyembelih kurban dan kita bagikan kepada fakir miskin juga.
Pelajaran Keenam :
Nikmat-nikmat Islam yang harus kita syukuri selain ibadat haji dan puasa pada bulan Ramadlan, adalah :
  • Nikmat sholat dan Sedekah, dengan melaksanakan kedua ibadat itu dengan baik, maka hati akan terasa enak , nyaman dan tenang. Kita menjalani hidup ini tanpa mudah dan ringan, karena kita merasa dekat dengan Allah.
  • Nikmat pernikahan, kita bersyukur kepada Allah karena diberi kemampuan untuk melaksanakan sunah Rosulullah saw, dan dijauhkan dari maksiat yaitu pacaran dan perzinaan. Selain itu Allah akan memberikan ketenangan, kasih sayang dan rahmat dalam hidup, bagi mereka yang memegang ajaran Islam di dalam kehdupan keluarga.
  • Nikmat anak, dengan anak berarti Allah telah memberikan kepada kita kesempatan untuk melaksankan ibadat lain, yaitu dengan mendidiknya , merawatnya, sehingga menjadi anak sholeh yang taat kepada Allah dan orang tuanya. Dan ini merupakan kesenangan dan kenikmatan tersendiri yang tidak bisa dirasakan, kecuali mereka yang mempunyai anak sholeh.
Pelajaran Ketujuh :
Nikmat ketaatan sebagaimana yang disebut di atas jauh lebih enak dan berharga, jika dibanding dengan kenikmatan dunia, yang berupa harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, ketenaran dan sejenisnya.
Pelajaran Kedelapan :
Oleh karenanya, sebagai seorang muslim, tidak seharusnya minder, ciut, putus asa, atau merasa rendah jika dia tidak mendapatkan nikmat dunia, sebagaimana yang didapatkan orang lain.
Pelajaran Kesembilan :
Allah berfirman : “Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” ( QS Yunus : 58 )
Ayat di atas menganjurkan kita untuk bergembira dengan nikmat Allah, yaitu nikmat bisa melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Nikmat tersebut jauh lebih baik apa yang manusia kumpulkan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa manusia selalu mengejar harta dan tahta, serta wanita, itulah nikmat dunia.
Pelajaran Kesepuluh :
Sebagai bangsa Indonesia, seharusnya kita juga mengingat nikmat Allah yang diberikan nenek moyang kita, yang berupa kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang. Nikmat itu harus kita syukuri dengan menegakkan ajaran-ajaran Islam di bumi Indonesia. Bersyukur dengan melaksanakan ajaran- ajaran Islam baik pada tataran pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, berarti juga menjaga nikmat Allah yang berupa kemerdekaan dan kekayaan alam yang melimpah. Makanya, Allah berfirman pada terusan ayat tersebut : “dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu. “ Jika ayat tersebut kita terapkan pada bangsa Indonesia,maka artinya adalah wahai bangsa Indonesia jika kalian memenuhi janji-Ku untuk menegakkan ajaran-ajaran Islam di bumi pertiwi ini, niscaya Aku ( Allah ) akan memenuhi janji-Ku kepada kalian,yaitu menjadikan negara kalian negara yang makmur, sentausa, kaya, kuat dan berwibawa.
Ahmad Zain An Najah, Kairo, pagi hari sebelum sholat Jum’at 16 Maret 2007.

                                                                                                         
                                                   Mensyukuri nikmat Allah
 
          Firman Allah Subhanahu wata’ala :
“Dan jika kami melimpahkan kepadanya sesuatu rahmat dari kami, sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata “ini adalah hak-Ku”. (QS. Fushshilat, 50).
          Dalam menafsirkan ayat ini Mujahid mengatakan : “ini adalah karena jerih payahku, dan akulah yang berhak memilikinya”.
Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan : “ini adalah dari diriku sendiri”.
Firman Allah Subhanahu wata’ala :
“(Qarun) berkata : sesungguhnya aku diberi harta kekayaan ini, tiada lain karena ilmu yang ada padaku” (QS. Al Qashash, 78).
         Qotadah dalam menafsirkan ayat ini mengatakan: “Maksudnya : karena ilmu pengetahuanku tentang cara-cara berusaha”.
         Ahli tafsir lainnya mengatakan : “Karena Allah mengetahui bahwa aku orang yang layak menerima harta kekayaan itu”, dan inilah makna yang dimaksudkan oleh Mujahid : “aku diberi harta kekayaan ini atas kemulianku”.
          Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
         “Sesungguhnya ada tiga orang dari bani Israil, yaitu : penderita penyakit kusta, orang berkepala botak, dan orang buta. Kemudian Allah Subhanahu wata’ala ingin menguji mereka bertiga, maka diutuslah kepada mereka seorang malaikat.
         Maka datanglah malaikat itu kepada orang pertama yang menderita penyakit kusta dan bertanya kepadanya : “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan ?”, ia menjawab : “Rupa yang bagus, kulit yang indah, dan penyakit yang menjijikkan banyak orang ini hilang dari diriku”. Maka diusaplah orang tersebut, dan hilanglah penyakit itu, serta diberilah ia rupa yang bagus, kulit yang indah, kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya : “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi ?”, ia menjawab : “onta atau sapi”, maka diberilah ia seekor onta yang sedang bunting, dan iapun didoakan : “Semoga Allah memberikan berkahNya kepadamu dengan onta ini.”
         Kemudian Malaikat tadi mendatangi orang kepalanya botak, dan bertanya kepadanya :“Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan ?”, ia menjawab :“Rambut yang indah, dan apa yang menjijikan dikepalaku ini hilang”, maka diusaplah kepalanya, dan seketika itu hilanglah penyakitnya, serta diberilah ia rambut yang indah, kemudian malaikat tadi bertanya lagi kepadanya : “Harta apakah yang kamu senangi ?”. ia menjawab : “sapi atau onta”, maka diberilah ia seekor sapi yang sedang bunting, seraya didoakan : “Semoga Allah memberkahimu dengan sapi ini.”
         Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang buta, dan bertanya kepadanya : “Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?”, ia menjawab : "Semoga Allah berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat orang”, maka diusaplah wajahnya, dan seketika itu dikembalikan oleh Allah penglihatannya, kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya : “Harta apakah yang paling kamu senangi ?”, ia menjawab : “kambing”, maka diberilah ia seekor kambing yang sedang bunting.
         Lalu berkembangbiaklah onta, sapi dan kambing tersebut, sehingga yang pertama memiliki satu lembah onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.
Sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam berikutnya :
          Kemudian datanglah malaikat itu kepada orang  yang sebelumnya menderita penyakit kusta, dengan menyerupai dirinya disaat ia masih dalam keadaan berpenyakit kusta, dan berkata kepadanya : “Aku seorang miskin, telah terputus segala jalan bagiku (untuk mencari rizki) dalam perjalananku ini, sehingga tidak akan dapat meneruskan perjalananku hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian dengan pertolongan anda. Demi Allah yang telah memberi anda rupa yang tampan, kulit yang indah, dan kekayaan yang banyak ini, aku minta kepada anda satu ekor onta saja untuk bekal meneruskan perjalananku”, tetapi permintaan ini ditolak dan dijawab : “Hak-hak (tanggunganku) masih banyak”, kemudian malaikat tadi berkata kepadanya : “Sepertinya aku pernah mengenal anda, bukankah anda ini dulu orang yang menderita penyakit lepra, yang mana orangpun sangat jijik melihat anda, lagi pula anda orang yang miskin, kemudian Allah memberikan kepada anda harta kekayaan ?”, dia malah menjawab : “Harta kekayaan ini warisan dari nenek moyangku yang mulia lagi terhormat”, maka malaikat tadi berkata kepadanya :“jika anda berkata dusta niscaya Allah akan mengembalikan anda kepada keadaan anda semula”.
          Kemudian malaikat tadi mendatangi orang yang sebelumnya berkepala botak, dengan menyerupai dirinya disaat masih botak, dan berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang pernah menderita penyakita lepra, serta ditolaknya pula permintaanya sebagaimana ia ditolak oleh orang yang pertama. Maka malaikat itu berkata : ...
..buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang anda sukai, dan tinggalkan apa yang tidak anda sukai. Demi Allah, saya tidak akan mempersulit anda dengan mengembalikan sesuatu yang telah anda ambil karena Allah”. Maka malaikat tadi berkata : “Peganglah harta kekayaan anda, karena sesungguhnya engkau ini hanya diuji oleh Allah, Allah telah ridho kepada anda, dan murka kepada kedua teman anda” (HR. Bukhori dan Muslim).
   
        Kandungan bab ini :
1.Penjelasan tentang ayat di atas ([1]).
2.Pengertian firman Allah : “… Pastilah ia berkata : ini adalah hakku”.
3.Pengertian firman Allah : “Sesungguhnya aku diberi kekayaan ini tiada lain karena ilmu yang ada padaku”.
4.Kisah menarik, sebagaimana yang terkandung dalam hadits ini, memuat pelajaran-pelajaran yang berharga dalam kehidupan ini.

footnote :

([1])  Ayat di atas menunjukkan kewajiban mensyukuri ni’mat Allah dan mengakui bahwa ni’mat tersebut semata mata berasal dari Allah, dan menunjukkan pula bahwa kata kata seseorang terhadap ni’mat Allah yang dikaruniakan kepadanya : “Ini adalah hak yang patut kuterima, karena usahaku” adalah dilarang dan tidak sesuai dengan kesempurnaan tauhid.

Dalil Bersyukur

Mei 7, 2009 — nurdiyon
“Jika kamu menghitung-menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya (menghitungnya). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” QS. An Nahl : 18.
“Mereka mengetahui nikmat Allah kemudian mereka mengingkarinya, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” QS. An Nahl : 83.
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah), lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memeilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” QS. An Nahl : 120-121.
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik” kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kamu akan kembali.” QS. Luqman : 14.
“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak membutuhkanmu dan Dia tidak meridhoi kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhoi kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Robb-mulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada(mu).” QS. Az Zumar : 7.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nyalah kamu menyembah.” QS. Al Baqarah : 172.
“Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” QS. Al Isra’ : 3.
“Ya Robb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridhoi. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh.” QS. An Naml : 19.
“…Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersykur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” QS. Saba : 13.
“…Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?.” QS. Al An’am : 53.
“Kami akan memberikan balasan kepa orang-orang yang bersyukur.” QS. Ali Imron : 145.
“…Sesungguhnya jika kamu bersykur niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” QS. Ibrahim : 7.
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersykur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” QS. An Nisa : 147.
“…Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” QS. Al Baqarah : 152.
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar dan tidak berterima kasih (bersyukur) kepada Rabb-nya.” QS. Al ‘Aadiyat : 6.
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Sesungguhnya kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala.” QS. Al Insaan : 3-4.
“Dan barangsiapa yang bersykur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpui.” QS. Luqman : 12.
“Dan keridhoan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.” QS. At Taubah : 72.
“Kemudian aku (iblis) akan mendatangi mereka (manusia) dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka yang bersyukur.” QS. Al A’raf : 17.
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda kekuasaan Allah ditempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Rabb-mu adalah Rabb yang Maha Pengampun.”  “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang sangat besar, dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua buah kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsi dan sedikit dari buah Sidr. Demikianlah kami memberikan balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” QS. Saba’ : 15-17.
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari kamu, tiba-tiba sebagian dari kamu mempersekutukan Rabb-nya dengan (yang lain)” QS. An Nahl : 53-54.
“Dan terhadap nikmat Rabb-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” QS. Ad Dhuha : 11.
“…Dan Allah menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin…” QS. Luqman : 20.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” QS. Ar Ruum : 41.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” QS. An Nisa : 79.
“…Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” QS. Al Ankabut : 67.
“Kecelakaan bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.” QS. Al Humazah 1-3.
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” QS. Al Ma’arij : 24-25.

Cara Mensyukuri Nikmat Allah Terkandung dalam Surat Al-Kautsar


Apakah manusia dapat mensyukuri nikmat-nikmat Allah? Cara apa yang paling tepat untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah Swt? Surat al-Kautsar telah menyediakan solusi paling tepat untuk manusia dalam hal ini.
Nikmat dan berkah Allah Swt yang tercurahkan dalam hidup, akan membuat manusia yang adil dan berakal untuk merenungkan bagaimana carnya mensyukuri nikmat-nikmat itu secara proporsional.
Allah Swt dalam surat al-Kautsar berfirman:
«إِنَّا أَعْطَیْناکَ الْکَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّک...»؛
"Telah kami berikan kepada kalian kautsar (kebaikan dan berkah yang melimpah) maka shalatlah untuk Tuhanmu…"
Tugas yang dibebankan Allah Swt kepada manusia di hadapan seluruh nikmat-Nya adalah pensyukuran. Akan tetapi poin penting yang harus diperhatikan adalah antara nikmat dan syukur itu harus ada keseimbangan. Artinya, jika nikmat semakin besar maka syukurnya juga harus semakin bertambah. Dalam surat al-Kautsar, Allah Swt menyinggung nikmat-nikmat-Nya untuk Rasulullah Saw.
Kautsar adalah kata sifat untuk sesuatu yang melimpah dan artinya adalah kebaikan dan berkah yang melimpah. Nikmat yang melimpah ini tentu memerlukana syukur yang sangat besar juga. Oleh karena itu, Allah Swt menetapkan dua tugas di pundak Rasulullah Saw. Yaitu:
«فصل لربک و انحر»
"Shalatlah dan berkobanlah untuk Tuhanmu."
Tugas pertama dalam mensyukuri nikmat Allah Swt adalah shalat karena shalat adalah ibadan paling komprehensif dan sempurna. Harus ditekankan pula bahwa shalat itu harus dengan niat pendekatan diri keapda Allah Swt dan ditunaikan penuh keikhlasan. (IRIB Indonesia/MZ)
                                                                                                                                                5

KEUTAMAAN ORANG YANG BERSYUKUR

oleh Hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pada 26 April 2011 jam 22:09
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
جاء الفقراء إلى النبي فقالوا: يا رسول الله، ذهب أهل الدثور من الأموال بالدرجارت العلا والنعيم المقيم، يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ولهم فضل من أموال يحجون بها ويعتمرون ويجاهدون ويتصدقون، وليست لنا أموال…وفي رواية مسلم: فقال رسول الله في آخر الحديث: “ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء” (متفق عليه).
Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah datang menemui beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…“.
Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya“1.
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang kaya yang memanfaatkan kekayaannya untuk meraih takwa kepada Allah Ta’ala, dengan menginfakkan hartanya di jalan yang diridhai-Nya.
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Ta’ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya”2
.
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
- Mensyukuri nikmat harta yang Allah Ta’ala berikan kepada kita adalah dengan mengakui dan meyakini dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah Ta’ala semata, menyebut-nyebut dan menampakkan nikmat tersebut secara lahir, serta menggunakannya di jalan yang diridhai-Nya 3.
- Allah Ta’ala memuji orang-orang yang memiliki harta tapi tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah Ta’aladan beribadah kepada-Nya, dalam firman-Nya,
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ}
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS an-Nuur:37).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi” 4.
- Imam al-Qurthubi berkata, “Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia (segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat), agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah Ta’ala) dalam ayat (di atas) ini” 5.
- Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi berkata, “Dunia (harta) tidaklah dilarang (dicela) pada zatnya, tapi karena (dikhawatirkan) harta itu menghalangi (manusia) untuk mencapai (ridha) Allah Ta’ala, sebagaimana kemiskinan tidaklah dituntut (dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu (umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan (manusia) dari (beribadah kepada) Allah. Barapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkannya dari (beribadah kepada) Allah Ta’ala, seperti Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, demikian pula (sahabat Nabi Ta’ala) ‘Utsman (bin ‘Affan)radhiyallahu ‘anhu dan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah dan memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada-Nya…” 6.
- Penting untuk diingatkan di sini bahwa mencintai harta dan kedudukan dunia secara berlebihan merupakan fitnah yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang kebinasaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
«إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ»
Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta”.
Maksudnya: menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan membuatnya lupa kepada akhirat, sebagaimana firman-Nya:
{إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ}
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS at-Tagaabun:15)7.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 28 Muharram 1432 H

                             Daftar pustaka

Www.syahadat.com
Www.muslim.or.id
Matsna, Moh.2005.Qur’an Hadits Kelas 2.Semarang:PT KARYA TOHA PUTRA.
Mahfudz, Ali. Qur’an Hadits untuk MA Kelas 11.Surakarta:CV.ALFADINAR.

MENGINGAT DAN MENSYUKURI NIKMAT ALLAH - Tugas Kelompok Kelas X MAN Tanjung Redeb

KATA PENGANTAR

            
        Dengan Rahmat dan hidayah Allah ,serta dorongan untuk menyukseskan Program Pendidikan SMA, maka penyusunan makalah aL-Qur'an Hadist ini dapat kami selesaikan .
        Dengan makalahini kalian d'beri bekal untuk menerapkan segala ilmu yg di pelajari melalui uraian materi .
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan , maka kami mengharapkan adanya kritik dan saran ybersifat membangun demi perbaikan dan penyampurnaan makalah berikut .

                                                                                                            TG.REDEB-Berau,maret 2012
                                                                                                            Nama Penyusun :
                                                                                                            1)Hasnah Wati Jaiman .
                                                                                                            2)Rita Ramadaniah .
                                                                                                            3)Mardhatul rizki .
                                                                                                            4)Weni Puji Astutik .

                                       DAFTAR ISI
 
Kata Pengantar ...................................................................................................................       ii
Daftar isi .............................................................................................................................       iii
Mengingat Nikmat Allah ......................................................................................................      1
Keutamaan Bersyukur .........................................................................................................      3
Mensyukuri Nikmat Allah ....................................................................................................      4
Dalil Bersyukur ...................................................................................................................      5
Akibat tidak bersyukur .......................................................................................................       6
Daftar Pustaka ...................................................................................................................       7


Mengingat Nikmat Allah

Saudaraku, ada satu cara yang bisa engkau tempuh untuk menumbuhkan rasa cintamu kepada Allah SWT. Maukah engkau tahu apa itu? Yaitu, dengan selalu mengingat semua nikmat yang telah Dia berikan kepadamu. Contohnya, apakah engkau tidak menyadari bahwa penglihatan milikmu sekarang, yang engkau gunakan sehingga dapat membaca buku ini, adalah salah satu nikmat Allah SWT yang sangat besar? Bayangkan berapa banyak orang yang tidak bisa merasakan nikmat penglihatan itu karena buta. Bayangkan pula, betapa engkau masih dapat merasa ketika ada orang lain yang tidak mampu merasakan apa-apa. Engkau masih dapat bergerak dengan leluasa ketika ada orang lain yang betul-betul lumpuh. Engkau juga dapat berpikir dan berkreasi ketika ada orang lain yang tidak dapat memikirkan apa-apa lagi. Dan satu nikmat yang paling besar adalah engkau menjadi seorang Muslim ketika banyak orang lain yang belum dapat merasakan hidayah itu.

Seorang sufi yang sangat zuhud bernama Ukhtu Basyar al-Hafy bercerita:

“Suatu malan, datanglah saudaraku yang bernama Basyar ke rumahku. Ketika hendak masuk, tiba-tiba saja ia terdiam di depan pintu dengan satu kaki sudah masuk ke dalam rumah dan kaki yang lain masih berada di luar. Dia terus berada dalam keadaan seperti itu hingga pagi menjelang. Aku pun menanyainya, ‘Wahai saudaraku, apa gerangan yang menjadikan engkau terdiam begini?’ Jawabnya, ‘Tiba-tiba aku teringat orang-orang Nasrani, Yahudi, Majusi, dan diriku sendiri karena namaku adalah Basyar (orang/manusia, pent.). Lalu, aku berkata pada diriku sendiri, ‘Apa sebenarnya yang menjadikan Allah mengkhususkan aku dari mereka sehingga bisa memeluk Islam? Aku mengingat semua kebaikan yang Dia anugerahkan kepadaku, dan aku bersyukur karena Dia memberiku hidayah untuk masuk Islam, dan Dia memakaikan padaku pakaian yang dipenuhi cinta kepada-Nya.’” (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al Nihayah: X/311)

Karena itu, wahai Saudaraku, mulailah engkau mengingat seluruh nikmat dan anugerah yang telah Allah SWT limpahkan kepadamu sejak dilahirkan hingga hari ini. Dapatkah engkau menghitungnya? Kemudian, ingatlah pula nikmat yang Allah SWT berikan hingga engkau berada di dunia ini. Siapa yang bisa menghitung semua itu? Bacalah hadits berikut:

“Cintailah Allah, karena dia telah memberi kalian segala nikmat-Nya.” (HR. At-Tirmidzi)

Sesungguhnya tidak mungkin engkau bisa mencintai Allah SWT apabila engkau tidak bisa mengingat nikmat-nikmat yang Dia berikan kepadamu.

Wahai Saudaraku, tahukah engkau bahwa Allah SWT sangat mencintai para hamba-Nya dengan menyuruh mereka untuk beribadah? Dia membuat mereka mampu beribadah kepada-Nya, bukankah itu sebuah nikmat yang sangat besar dari-Nya? Allah SWT juga mempersiapkan mereka untuk malam Lailatul Qadar, dimana kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, dan keburukan tetap dianggap satu keburukan. Bukankah ini sebuah nikmat yang sangat besar bagi manusia?
                                                                                                                                                       Karenanya, wahai Saudaraku, cintailah Allah SWT karena Dia mencintai kita. Cintailah Allah SWT karena kita membutuhkan-Nya.

Allah SWT telah memerintahkan seluruh malaikat untuk bersujud kepada Adam, dan mengusir Iblis dari neraka karena membangkan pada perintah-Nya. Sesungguhnya, hal itu juga merupakan salah satu bukti kecintaan Allah SWT yang besar kepada manusia.

Wahai Saudaraku, belum bisakah engkau mencintai-Nya?

Kini, cobalah engkau melihat ke sekelilingmu. Lihatlah contoh mereka dari kalangan non-Muslim. Engkau mungkin mengenal seorang tokoh yang bernama Gandhi. Seorang yang sangat terkenal dan diakui diseluruh dunia karena mempunyai keteguhan hati, cerdas, pandai, dan mampu mengungkapkan seluruh gagasannya. Namun begitu, tahukah engkau bahwa jika kebetulan ada seekor sapi lewat didekatnya, maka ia akan mengambil kotoran sapi tersebut lalu membalurkan ke seluruh tubuhnya. Subhanallah.

Bersyukurlah engkau kepada Allah SWT yang menjadikan dirimu seorang Muslim. Bersyukurlah kepada Allah SWT yang tidak menjadikan dirimu seperti Salman Al-Farisi, yang menghabiskan 20 tahun umurnya untuk mencari kebenaran. Bersyuklurlah kepada Allah SWT yang membangunkanmu di pagi hari dan menemukan bahwa pada kartu identitasmu masih tertulis, “Agama: Islam.”

Bayangkan, wahai Saudaraku, berapa jumlah penduduk dunia saat ini? Dari 6,5 milyar penduduk dunia, Allah SWT telah memilih dirimu menjadi salah satu dari 1,5 milyar umat Islam di seluruh dunia. Lihatlah, betapa besar nikmat yang telah Dia berikan. Kemudian, dari 1,5 milyar umat Islam tersebut, Allah SWT memilih engkau menjadi orang-orang yang taat menjalankan ibadah shalat dan selalu memakmurkan masjid. Dan begitu seterusnya. Allah SWT memilih engkau hingga menjadi hamba-Nya yang taat dan Dia cintai. Bukankah ini anugerah yang sangat besar?

Hal tersebut tertulis dalam firman-Nya:

“...tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu...” (QS. al-Hujuraat (49): 7)

Wahai Saudaraku, dengan melihat kenyataan seperti itu, masih belum bnisakah engkau mencintai-Nya sepenuh hati?

Sesungguhnya, Dialah yang memberikan kepadamu nikmat yang tidak terhitung banyaknya itu.

Ada baiknya engkau merenungkan haditz Rasulullah SAW yang diriwayatkan Anas bin Malik ra:

“Ada tiga syarat dimana seseorang dapat merasakan manisnya iman, yaitu: 1) Dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada yang lain; 2) Dia mencintai seseorang hanya karena Allah; dan 3) Dia tidak mau kembali pada kekafiran sebagaimana dia tidak mau dicampakkan ke dalam neraka.”

Lihatlah syarat pertama pada ayat diatas, jangan pernah engkau menyandingkan sesuatu atau seseorang melebihi Allah SWT dan Rasul-Nya dalam hal cinta, wahai Saudaraku. Karena jika engkau berbuat demikian, maka hal itu adalah suatu perbuatan yang tercela. Subhanallah.

Maka, hendaknya engkau selalu menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya lebih engkau cintai dibanding yang lain, dan lebih mencintai apa yang dicintai Allah SWT dan rasul-Nya dibanding apa yang engkau cintai sendiri.

die *Indahnya Menjadi Kekasih Allah*
Amru Khalid
                 KEUTAMAAN BERSYUKUR


Tidak perlu diragukan lagi akan keutamaan syukur dan ketinggian derajatnya, yakni syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang datang terus beruntun dan tiada habis-habisnya. Di dalam Al-Qur’an Allah menyuruh bersyukur dan melarang kebalikannya. Allah memuji orang-orang yang mau bersyukur dan menyebut mereka sebagai makhluk-makhluk-Nya yang istimewa. Allah menjadikan syukur sebagai tujuan penciptaan-Nya, dan menjanjikan orang-orang yang mau melakukannya dengan balasan yang sangat baik. Allah menjadikan syukur sebagai sebab untuk menambahkan karunia dan pemberian-Nya, dan sebagai sesuatu yang memelihara nikmat-Nya. Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang mau bersyukur adalah orang-orang yang dapat memanfaatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.
Allah memerintahkan untuk bersyukur pada beberapa ayat Al-Qur’an. Allah berfirman:
وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“… dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-NahI: 114)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“… maka mintalah rezki itu di sisi Allaih dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.“ (Al-Ankabut: 17)
Allah menggantungkan tambahan nikmat dengan syukur. Dan tambahan nikmat dari-Nya itu tiada batasnya, sebagaimana syukur kepada-Nya. Allah berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Dengan bersyukur akan selalu ada tambahan nikmat. Ada peribahasa mengatakan, ‘Jika kamu tidak melihat keadaanmu bertambah, maka bersyukurlah.’
Allah mengabarkan bahwa yang menyembah Diri-Nya hanyalah orang yang bersyukur pada-Nya. Dan siapa yang tidak mau bersyukur kepada-Nya berarti ia bukan termasuk orang-orang yang mengabdi-Nya. Allah berfirman:
وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“… dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar hanya kepada Allah saja kamu menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
Allah mengabarkan keridhaan-Nya terletak pada mensyukuri-Nya. Allah berfirman:
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“… dan jika kamu bersyukur niscaya Allah meridhai bagimu kesyukuranmu itu …” (Az-Zumar: 7)
Allah mengabarkan bahwa musuh-Nya iblis yang selalu berusaha menggoda manusia agar tidak bersyukur, karena ia tahu kedudukan syukur sangat tinggi dan nilainya sangat agung, seperti yang terungkap dalam firman-Nya:
ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“… kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raaf: 17)
Allah membarengkan syukur dengan iman dan memberitahukan bahwa Dia tidak punya keinginan sama sekali untuk menyiksa hamba-hamba-Nya yang mau bersyukur dan beriman kepada-Nya. Allah berfirman:
مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.“ (An-Nisaa: 147) Artinya, kalau kalian mau bersyukur dan beriman yang menjadi tujuan kalian diciptakan, maka buat apa Allah menyiksa kalian?
5 Landasan Bersyukur
Asal dan hakikat syukur ialah mengakui nikmat yang memberinya dengan cara tunduk, patuh dan cinta kepadanya. Orang yang tidak mengenal bahkan tidak mengetahui suatu nikmat ia jelas tidak bisa mensyukurinya. Demikian juga dengan orang yang mengenal nikmat tetapi tidak mengenal yang memberinya, ia tidak mensyukurinya. Orang yang mengenal nikmat berikut yang memberikannya tetapi ia mengingkarinya berarti ia mengkufurinya. Orang yang mengenal nikmat berikut yang memberikannya, mau mengakui dan juga tidak mengingkarinya, tetapi ia tidak mau tunduk, mencintai dan meridhai, berarti ia tidak mau mensyukurinya. Dan orang yang mengenal nikmat berikut yang memberinya lalu ia mau tunduk, mencintai dan meridhai serta menggunakan nikmat untuk melakukan keta’atan kepadanya, maka ia adalah orang yang mensyukurinya.
Dengan demikian jelas bahwa syukur itu harus berdasarkan lima landasan, yakni kepatuhan orang yang bersyukur kepada yang disyukuri, kecintaan orang yang bersyukur kepada yang disyukuri, pengakuan orang yang bersyukur atas nikmat yang disyukuri, sanjungan orang yang bersyukur kepada yang disyukuri atas nikmatnya dan tidak menggunakan nikmat itu untuk hal-hal yang tidak disukai oleh yang disyukuri. Kelima hal itulah yang menjadi asas dan landasan syukur. Satu saja di antaranya tidak ada maka salah satu kaidah syukur menjadi rusak.
Rujukan:
Fiqih Do’a Dan Dzikir, Syaikh Abdurrazak bin Abdul Muhsin al-Badr, Penerbit Darul Falah
      
                                      Mensyukuri Nikmat Allah
Cara pertama agar kita bisa menggapai hidup bahagia adalah menysukuri nikmat-nikmat Allah yang telah mengguyur kita dari atas hingga ke bawah telapak kaki kita. Kesehatan, Makanan, Minuman, Air, Matahari adalah nikmat yang diberikan Allah kepada kita, apakah telah kita sadari?
Contoh sederhana adalah betapa nikmat Allah berupa adanya Oksigen atau Zat Asam yang kita hirup untuk tetap hidup. Sampai saat ini tidak perlu dibeli.
Tapi sejauh ini kita tidak cukup cerdas untuk konsisten memahami betapa rasa syukur itulah yang akan membuat manusia menemukan cahaya illahi dalam kehidupannya.
Bagimana tidak! kualitas udara dari waktu ke waktu semakin buruk karena ulah manusia seperti polusi udara, penebangan hutan dan berbagai bentuk kerusakan yang disebabkan oleh keserakahan manusia.Daerah yang semula berudara sejuk dan nyaman untuk ditempati karena terletak di dataran tinggi, kini udaranya ketika siang hari nyaris tidak berbeda dengan daerah dataran rendah atau tepian pantai yang panas.
Itulah yang mengantar kita menjadi kufur nikmat karenanya.
Untuk dapat mentasyakuri nikmat Allah, harus dilakukan dengan mentafakuri betapa besar kasih sayang Allah. Hal-hal kecil dan besar yang mungkin luput dari pandangan kita sebagai manusia dapat diingatkan untuk selalu disyukuri.
Bentuk atau wujud rasa syukur itu dapat dilakukan antara lain dengan beberapa cara :
1. Bersyukur dengan hati dan perasaan
2. Bersyukur dengan lisan
3. Bersyukur dengan perbuatan
4. Bersyukur dengan harta benda
Dengan mensyukuri nikmat Allah SWT manusia akan mendapat berkah dan karunia yang lebih banyak lagi dariNYA
Bila masih ada Pertanyaan tentang adanya keraguan kita untuk tidak mensyukuri nikmat Allah, baiknya anda berhenti sejenak dari kesibukan dunia untuk menyadari segeralah bersyukur. Semoga Allah senantiasa meridhoi langkah hidup kita semua. Amien                                                                                                                          Dalil Bersyukur

“Jika kamu menghitung-menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menentukan jumlahnya (menghitungnya). Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” QS. An Nahl : 18.
“Mereka mengetahui nikmat Allah kemudian mereka mengingkarinya, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” QS. An Nahl : 83.
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah ia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah), lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memeilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.” QS. An Nahl : 120-121.
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik” kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Kulah kamu akan kembali.” QS. Luqman : 14.
“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak membutuhkanmu dan Dia tidak meridhoi kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhoi kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Robb-mulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada(mu).” QS. Az Zumar : 7.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nyalah kamu menyembah.” QS. Al Baqarah : 172.
“Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” QS. Al Isra’ : 3.
“Ya Robb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridhoi. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang sholeh.” QS. An Naml : 19.
“…Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersykur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” QS. Saba : 13.
“…Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?.” QS. Al An’am : 53.
“Kami akan memberikan balasan kepa orang-orang yang bersyukur.” QS. Ali Imron : 145.
“…Sesungguhnya jika kamu bersykur niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” QS. Ibrahim : 7.
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersykur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” QS. An Nisa : 147.
“…Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku.” QS. Al Baqarah : 152.
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar dan tidak berterima kasih (bersyukur) kepada Rabb-nya.” QS. Al ‘Aadiyat : 6.
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. Sesungguhnya kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala.” QS. Al Insaan : 3-4.
“Dan barangsiapa yang bersykur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpui.” QS. Luqman : 12.
“Dan keridhoan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.” QS. At Taubah : 72.
“Kemudian aku (iblis) akan mendatangi mereka (manusia) dari muka dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan dari mereka yang bersyukur.” QS. Al A’raf : 17.
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda kekuasaan Allah ditempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang dianugerahkan Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik dan Rabb-mu adalah Rabb yang Maha Pengampun.”  “Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang sangat besar, dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua buah kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsi dan sedikit dari buah Sidr. Demikianlah kami memberikan balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” QS. Saba’ : 15-17.
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan. Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari kamu, tiba-tiba sebagian dari kamu mempersekutukan Rabb-nya dengan (yang lain)” QS. An Nahl : 53-54.
“Dan terhadap nikmat Rabb-mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” QS. Ad Dhuha : 11.
“…Dan Allah menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin…” QS. Luqman : 20.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” QS. Ar Ruum : 41.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” QS. An Nisa : 79.
“…Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” QS. Al Ankabut : 67.
“Kecelakaan bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.” QS. Al Humazah 1-3.
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” QS. Al Ma’arij : 24-25.

                                       AKIBAT TIDAK BERSYUKUR
  
Yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Rumput tetangga  kelihatan lebih hijau dari pada  rumput di pekarangan sendiri. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, lebih kaya dan lebih beruntng dari pada saya.  Karena senantiasa membandingbandingkan muncullah perasaan salalu kurang. Wujud dari perasaan itu tercermin dari roman muka dan perkataan. Muka masam raut  kusut, ucapan yang keluar hanya keluhan dan makian. Kalaupun tidak mengeluh dia kan menyalahkan lingkungan atau memaki diri sendiri. Memaki diri sendiri menimbulkan ketidak percayaan diri, tidak PD, alias minder.  Perasan tidak percaya diri sebelas dua belas dengan tidak berdaya diri yang akhirnya menghina diri sendiri. Apalagi yang bisa diharapkan dari orang semacam ini? Kepada dirinya sendiri dia tidak hormat.
Rentetan adzab selanjutnya yang diakibatkan oleh  kufur atas nikmat yang dimiliki diri sendiri adalah tertutupnya potensi-potensi yang baik dan munculnya sifat-sifat jelek. Sikap membanding-bandingkan hal yang tak pantas dibandingkan akan memunculkan pribadi hasad, iri dengki, dan tidak pernah puas.
Memang, patut diingat,  ada hal-hal lain yang boleh bahkan harus dibandingkan-bandingkan yaitu iman, ilmu dan amal shalih. Kepada ketiga hal ini Anda tidak boleh kalah daripada kebanyakan orang lain.
Orang yang tidak bersyukur sebenarnya sedang mengaktifkan kelemahan sekaligus kejelekan. Cobalah tengok sikap  seperti hasad, mengeluh, iri dengki. Semua penyakit ini hanya hinggap kepada orang yang tidak pandai bersyukur. Orang yang kufur nikmat sekaligus juga sedang menutupi potensi-potensi baik – yang seharusnya dia kembangkan- tetapi karena hasad dan suka mengeluh potensi-potensi baik itu tidak muncul. Yang muncul dan tampak oleh orang lain malah pribadi yang lemah dan tidak pantas diperhitungkan. Ketika berdagang dia tidak ramah kepada pelanggan sampai bangkrut dagangannya. Ketika menjadi pegawai dia menjadi penghasut bagi rekan kerjanya sampai dipecat dari pekerjaanyaa. Ketika menjadi pejabat, dia bukan focus kepada pelayanan kepada masyarakat melainkan focus kepada kesempatan menumpuk harta, sampai akhirnya diciduk KPKdan  masuk penjara. Ketika menjadi kepala keluarga dia  focus kepada peningkatan harta bukan kepada keharmonisan keluarga, sampai tidak dihormati anggota keluarganya samapai berantakan biduk rumah tangganya. Itulah janji Allah bagi yang kufur nikmat “Wa lain kafartum inna ‘adzzabiy lasyadid- Dan jika kamu kufur terhadap nikmat Allah, sesungguhnya adzabku sangat pedih”

                                                                                                                                                              &n bsp;  6

DAFTAR PUSTAKA    

1)WWW.SYAHADAT.COM
2)WWW.JKMHAL.COM
3)2009/12/31.WWW.FILSAFAT.KOMPASIANA
4)2010/10.WWW.MAS-TONY.COM
5)WWW.PARAGRAFUNIK.BLOGSPOT.COM

NIKMAT ALLAH SWT - Tugas Kelompok Kelas X MAN Tanjung Redeb

NIKMAT ALLAH SWT
Diajukan Untuk Memenuhi Mata Pelajaran
“Al-Qur’an Hadist”

Disusun Oleh :
Afifah Mariam Islamiyah
Cindy Mutia
Yuli Rahmiati
Eka Sarisna Dewi

Kelas X 1

MADRASAH ALIYAH NEGERI
TANJUNG REDEB
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya dan solawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah akhirnya makalah “Nikmat Allah SWT” ini yang diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran “Al-Qur’an Hadist” dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin Allahuma Amin.
Tanjung Redeb, 25 Maret 2012

Penyusun

Menghitung Nikat Allah Swt
Pada dasarnya, nikmat dinniyah yang dianugerahkan Allah kepada umat Islam dapat digolongkan menjadi dua. Yakni nikmat taufiq dan nikmat Ismah. Taufiq itu sendiri berarti pertolongan dari Allah, berupa kekuatan diri untuk senantiasa menjalankan ta’at dan ketabahan hati menjauhi maksiat. Imam Ghozali menyebutnya anugerah, karena hal itu menjadi lantaran keselamatan manusia, baik di dunia maupun akhirat.

Selamat di dunia, berarti terbebas dari malapetaka dan musibah. Adakalanya musibah atau malapetaka yang menimpa manusia merupakan adzab atau siksaan di dunia yang diberikan oleh Allah Swt untuk melebur dosa. Sebagai ganti dari adzab akhirat yang berlipat-lipat lebih berat. Sedangkan selamat di akhirat adalah keberuntungan yang tak ada bandingannya, karena Allah menyediakan surga yang tak terbayangkan keindahannya.

Dan, nikmat yang kedua adalah ismah. Yaitu terpelihara dari perbuatan maksiat, dijauhkan dari bid’ah, baik perbuatan maupun keyakinan, dan dihindarkan dari perbuatan orang-orang yang sesat. Seperti kita ketahui bahwa belakangan ini begitu banyak kesesatan dan bid’ah bertebaran di sekitar kita. Mulai dari lahirnya aliran-aliran nyeleneh yang membawa nama Islam, hingga muncul orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, Rasul, Jibril bahkan mengaku Tuhan.

Bagaimanapun juga terpelihara dari aliran dan keyakinan semacam itu adalah sebuah anugerah dari Allah Swt yang patut untuk disyukuri. Karena, di antara orang-orang yang terpengaruh aliran sesat tersebut, ada juga yang berpendidikan dan telah mengenal agama Islam.

Dari sekian banyak nikmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada umat islam, Islam adalah anugerah yang paling agung. Karena, Islam bukan hanya menuntun manusia pada jalan keselamatan ukhrowi, tapi juga membawa rahmatan lilalamin. Tatacara kehidupan manusia diatur sedemikian rupa, dari yang paling berat sampai urusan makan dan membasuh tangan. Islam juga memberikan pandangan yang berbeda terhadap kehidupan manusia, bahwa kehidupan ini tidak lagi hanya soal mencari makan. Dan manusia seharusnya membedakan dirinya dari hewan ternak yang dipelihara untuk bekerja.
Selain itu, masih banyak nikmat-nikmat lainnya yang tak ada satu pun bisa menghitungnya, kecuali Dzat Yang Maha Mengetahui. Sebagaimana firman-Nya:

وان تعدوا نعمت الله لا تحصوها, ان الانسان لظلوم كفار
“…Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Q.S. Ibrahim; 34).

Sekali lagi, kita wajib bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan Allah dengan cara taat dan takut. Taat menjalankan segala perintah-Nya dan takut menerjang segala larangan-Nya. Meskipun pada hakikatnya kita bisa bersyukur itu adalah sesuatu yang harus kita syukuri pula. Wallahua’lam bisshawab
Ujian-Nya Nikmat Allah Syukurilah dan Sabarilah
Demikian banyak nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada satupun manusia yang bisa menghitungnya, meski menggunakan alat secanggih apapun. Pernahkah kita berpikir, untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan demikian banyak nikmat kepada para hamba-Nya? Untuk sekedar menghabiskan nikmat-nikmat tersebut atau ada tujuan lain?
Luasnya Pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala
Sungguh betapa besar dan banyak nikmat yang telah dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Setiap hari silih berganti kita merasakan satu nikmat kemudian beralih kepada nikmat yang lain. Di mana kita terkadang tidak membayangkan sebelumnya akan terjadi dan mendapatkannya. Sangat besar dan banyak karena tidak bisa untuk dibatasi atau dihitung dengan alat secanggih apapun di masa kini.
Semua ini tentunya mengundang kita untuk menyimpulkan betapa besar karunia dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Dalam realita kehidupan, kita menemukan keadaan yang memprihatinkan. Yaitu mayoritas manusia dalam keingkaran dan kekufuran kepada Pemberi Nikmat. Puncaknya adalah menyamakan pemberi nikmat dengan makhluk, yang keadaan makhluk itu sendiri sangat butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentu hal ini termasuk dari kedzaliman di atas kedzaliman sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezaliman yang paling besar.” (Luqman: 13)
Kendati demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap memberikan kepada mereka sebagian karunia-Nya disebabkan “kasih sayang-Nya mendahului murka-Nya” dan membukakan bagi mereka pintu untuk bertaubat. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi hamba ini untuk ingkar dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta menyamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan makhluk-Nya yang sangat butuh kepada-Nya serat menyombongkan diri, angkuh dengan tidak mau melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya atau tidak mau menerima kebenaran dan mengentengkan orang lain. Dan juga tidak mensyukuri pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan nikmat apapun yang kalian dapatkan adalah datang dari Allah.” (An-Nahl: 53)
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup.” (An-Nahl: 18)

Pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Satu Tujuan yang Mulia
Dari sekian nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, mari kita mencoba menghitungnya. Sudah berapakah dalam kalkulasi kita nikmat yang telah kita syukuri dan dari sekian nikmat yang telah kita pergunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Jika kita menemukan kalkulasi yang baik, maka pujilah Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Dia telah memberimu kesempatan yang baik. Jika kita menemukan sebaliknya maka janganlah engkau mencela melainkan dirimu sendiri.1
Setiap orang bisa mengatakan bahwa semua yang ada di dunia ini merupakan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tahukah anda apa rahasia di balik pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut?
Ketahuilah bahwa kenikmatan yang berlimpah ruah bukanlah tujuan diciptakannya manusia dan bukan pula sebagai wujud cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia untuk sebuah kemuliaan baginya dan menjadikan segala nikmat itu sebagai perantara untuk menyampaikan kepada kemuliaan tersebut. Tujuan itu adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, sebagaimana hal ini disebutkan dalam firman-Nya:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Bagi orang yang berakal akan berusaha mencari rahasia di balik pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berlimpah ruah tersebut. Setelah dia menemukan jawabannya, yaitu untuk beribadah kepada-Nya saja, maka dia akan mengetahui pula bahwa dunia bukan sebagai tujuan.
Sebagai bukti yaitu adanya kematian setelah hidup ini dan adanya kehidupan setelah kematian diiringi dengan persidangan dan pengadilan serta pembalasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah kehidupan yang hakiki di akhirat nanti.
Kesimpulan seperti ini akan mengantarkan kepada:
•    Dunia bukan tujuan hidup.
•    Kenikmatan yang ada padanya bukan tujuan diciptakan manusia, akan tetapi sebagai perantara untuk suatu tujuan yang mulia.
•    Semangat beramal untuk tujuan hidup yang hakiki dan kekal.
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Ketahuilah bahwa nikmat itu ada dua bentuk, nikmat yang menjadi tujuan dan nikmat yang menjadi perantara menuju tujuan. Nikmat yang merupakan tujuan adalah kebahagiaan akhirat dan nilainya akan kembali kepada empat perkara.
1.    Kekekalan dan tidak ada kebinasaan setelahnya,
2.    Kebahagian yang tidak ada duka setelahnya,
3.    Ilmu yang tidak ada kejahilan setelahnya,
4.    Kaya yang tidak ada kefakiran setelahnya.
Semua ini merupakan kebahagiaan yang hakiki. Adapun bagian yang kedua (dari dua jenis nikmat) adalah sebagai perantara menuju kebahagiaan yang disebutkan dan ini ada empat perkara:
1.    Keutamaan diri sendiri seperti keimanan dan akhlak yang baik.
2.    Keutamaan pada badan seperti kekuatan dan kesehatan dan sebagainya.
3.    Keutamaan yang terkait dengan badan seperti harta, kedudukan, dan keluarga.
4.    Sebab-sebab yang menghimpun nikmat-nikmat tersebut dengan segala keutamaan seperti hidayah, bimbingan, kebaikan, pertolongan, dan semua nikmat ini adalah besar.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 282)
Untaian Indah dari Ibnu Qudamah
“Ketahuilah bahwa segala yang dicari oleh setiap orang adalah nikmat. Akan tetapi kenikmatan yang hakiki adalah kebahagiaan di akhirat kelak dan segala nikmat selainnya akan lenyap. Semua perkara yang disandarkan kepada kita ada empat macam:
Pertama: Sesuatu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat seperti ilmu dan akhlak yang baik. Inilah kenikmatan yang hakiki.
Kedua: Sesuatu yang memudaratkan di dunia dan di akhirat. Ini merupakan bala’ (kerugian) yang hakiki.
Ketiga: Bermanfaat di dunia akan tetapi memudaratkan di akhirat seperti berlezat-lezat dan mengikuti hawa nafsu. Ini sesungguhnya bala bagi orang yang berakal, sekalipun orang jahil menganggapnya nikmat. Seperti seseorang yang sedang lapar lalu menemukan madu yang bercampur racun. Bila tidak mengetahuinya, dia menganggap sebuah nikmat dan jika mengetahuinya dia menganggapnya sebagai malapetaka.
Keempat: Memudaratkan di dunia namun akan bermanfaat di akhirat sebagai nikmat bagi orang yang berakal. Contohnya obat, bila dirasakan sangat pahit dan pada akhirnya akan menyembuhkan (dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Seorang anak bila dipaksa untuk meminumnya dia menyangka sebagai malapetaka dan orang yang berakal akan menganggapnya sebagai nikmat. Demikian juga bila seorang anak butuh untuk dibekam, sang bapak berusaha menyuruh dan memerintahkan anaknya untuk melakukannya. Namun sang anak tidak bisa melihat akibat di belakang yang akan muncul berupa kesembuhan.
(Begitupun) sang ibu akan berusaha mencegah karena cintanya yang tinggi kepada anak tersebut karena sang ibu tidak tahu tentang maslahat yang akan muncul dari pengobatan tersebut.
Sang anak menuruti apa kata ibunya. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuannya sehingga ia lebih menuruti ibunya daripada bapaknya. Bersamaan dengan itu sang anak menganggap bapaknya sebagai musuh. Jika sang anak berakal, niscaya dia akan menyimpulkan bahwa sang ibu merupakan musuh sesungguhnya dalam wujud teman dekat. Karena larangan sang ibu untuk berbekam akan menggiringnya kepada penyakit yang lebih besar dibandingkan sakit karena berbekam.
Karena itu, teman yang jahil lebih berbahaya dari seorang musuh yang berakal. Dan setiap orang menjadi teman dirinya sendiri, akan tetapi nafsu merupakan teman yang jahil. Nafsu akan berbuat pada dirinya apa yang tidak diperbuat oleh musuh.” (Minhajul Qashidin hal. 281-282)
Syukur dalam Tinjauan Bahasa dan Agama
Syukur secara bahasa adalah nampaknya bekas makan pada badan binatang dengan jelas. Binatang yang syakur artinya: Apabila nampak padanya kegemukan karena makan melebihi takarannya.
Adapun dalam tinjauan agama, syukur adalah: Nampaknya pengaruh nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas seorang hamba melalui lisannya dengan cara memuji dan mengakuinya; melalui hati dengan cara meyakininya dan cinta; serta melalui anggota badan dengan penuh ketundukan dan ketaatan. (Madarijus Salikin, 2/244)
Ada juga yang mendefinisikan syukur dengan makna lain seperti:
•    Mengakui nikmat yang diberikan dengan penuh ketundukan.
•    Memuji yang memberi nikmat atas nikmat yang diberikannya.
•    Cinta hati kepada yang memberi nikmat dan (tunduknya) anggota badan dengan ketaatan serta lisan dengan cara memuji dan menyanjungnya.
•    Menyaksikan kenikmatan dan menjaga (diri dari) keharaman.
•    Mengetahui kelemahan diri dari bersyukur.
•    Menyandarkan nikmat tersebut kepada pemberinya dengan ketenangan.
•    Engkau melihat dirimu orang yang tidak pantas untuk mendapatkan nikmat.
•    Mengikat nikmat yang ada dan mencari nikmat yang tidak ada.
Masih banyak lagi definisi para ulama tentang syukur, akan tetapi semuanya kembali kepada penjelasan Ibnul Qayyim sebagaimana disebutkan di atas.
Yang jelas, syukur adalah sebuah istilah yang digunakan pada pengakuan/ pengetahuan akan sebuah nikmat. Karena mengetahui nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Dzat yang memberi nikmat. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menamakan Islam dan iman di dalam Al-Qur`an dengan syukur. Dari sini diketahui bahwa mengetahui sebuah nikmat merupakan rukun dari rukun-rukun syukur. (Madarijus Salikin, 2/247)
Apabila seorang hamba mengetahui sebuah nikmat maka dia akan mengetahui yang memberi nikmat. Ketika seseorang mengetahui yang memberi nikmat tentu dia akan mencintai-Nya dan terdorong untuk bersungguh-sungguh mensyukuri nikmat-Nya. (Madarijus Salikin, 2/247, secara ringkas)
Syukur Tidak Sempurna Melainkan dengan Mengetahui Apa yang Dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Ketahuilah bahwa syukur dan tidak kufur tidak akan sempurna melainkan dengan mengetahui segala apa yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab makna syukur adalah mempergunakan segala karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada apa yang dicintai-Nya, dan kufur nikmat adalah sebaliknya. Bisa juga dengan tidak memanfaatkan nikmat tersebut atau mempergunakannya pada apa yang dimurkai-Nya.”
Makna Syukur
Syukur memiliki tiga makna.
Pertama: Mengetahui (pemberian tersebut) adalah sebuah nikmat. Artinya dia menghadirkan dalam benaknya, mempersaksikan, dan memilahnya. Hal ini akan bisa terwujud dalam benak sebagaimana terwujud dalam kenyataan. Sebab banyak orang yang jika engkau berbuat baik kepadanya namun dia tidak mengetahui (bahwa itu adalah perbuatan baik). Gambaran ini bukan termasuk dari syukur.
Kedua: Menerima nikmat tersebut dengan menampakkan butuhnya kepadanya. Dan bahwa sampainya nikmat tersebut kepadanya bukan sebagai satu keharusan hak baginya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tanpa membelinya dengan harga. Bahkan dia melihat dirinya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti seorang tamu yang tidak diundang.
Ketiga: Memuji yang memberi nikmat. Dalam hal ini ada dua bentuk, yaitu umum dan khusus. Pujian yang bersifat umum adalah menyifati pemberi nikmat dengan sifat dermawan, kebaikan, luas pemberiannya, dan sebagainya. Pujian yang bersifat khusus adalah menceritakan nikmat tersebut dan memberitahukan bahwa nikmat tersebut sampai kepada dia karena sebab Sang Pemberi tersebut. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan adapun tentang nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (Adh-Dhuha: 11) [Madarijus Salikin, 2/247-248]
Menceritakan Sebuah Nikmat Termasuk Syukur
Menceritakan sebuah nikmat yang dia dapatkan kepada orang lain termasuk dalam kategori syukur. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang diberikan kebaikan kepadanya hendaklah dia membalasnya dan jika dia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya hendaklah dia memujinya. Karena jika dia memujinya sungguh dia telah berterima kasih dan jika dia menyembunyikannya sungguh dia telah kufur. Dan barangsiapa yang berhias dengan sesuatu yang dia tidak diberi, sama halnya dengan orang yang memakai dua ¬baju kedustaan.” (HR. Abu Dawud no. 4179, At-Tirmidzi no. 1957 dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan adapun tentang nikmat Rabbmu maka ceritakanlah.” (Adh-Dhuha: 11)
Menceritakan nikmat yang diperintahkan di dalam ayat ini ada dua pendapat di kalangan para ulama.
Pertama: Menceritakan nikmat tersebut dan memberitahukannya kepada orang lain seperti dengan ucapan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberiku nikmat demikian dan demikian.”
Kedua: Menceritakan nikmat yang dimaksud di dalam ayat ini adalah berdakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan risalah-Nya dan mengajarkan umat.
Dari kedua pendapat tersebut, Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam Madarijus Salikin (2/249) mentarjih dengan perkataan beliau: “Yang benar, ayat ini mencakup kedua makna tersebut. Karena masing-masingnya adalah nikmat yang kita diperintahkan untuk mensyukurinya, menceritakannya, dan menampakkannya sebagai wujud kesyukuran.”
Beliau berkata: “Dalam sebuah atsar yang lain dan marfu’ disebutkan:
“Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak akan mensyukuri atas yang banyak dan barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka dia tidak bersyukur kepada Allah. Menceritakan sebuah nikmat (yang didapati) kepada orang lain termasuk dari syukur dan meninggalkannya adalah kufur, bersatu adalah rahmat dan bercerai berai adalah azab.” (HR. Ahmad dari An-Nu’man bin Basyir) [Madarijus Salikin, 2/248]
Dengan Apa Seorang Hamba Bersyukur?
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Syukur bisa dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun dengan hati adalah berniat untuk melakukan kebaikan dan menyembunyikannya pada khayalak ramai. Adapun dengan lisan adalah menampakkan kesyukuran itu dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya, menampakkan keridhaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan hal ini sangat dituntut, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‘Menceritakan nikmat itu adalah wujud kesyukuran dan meninggalkannya adalah wujud kekufuran.’
Adapun dengan anggota badan adalah mempergunakan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut dalam ketaatan kepada-Nya dan menjaga diri dari bermaksiat dengannya. Termasuk kesyukuran terhadap nikmat kedua mata adalah dengan cara menutup setiap aib yang dilihat pada seorang muslim. Dan termasuk kesyukuran atas nikmat kedua telinga adalah menutup setiap aib yang didengar. Penampilan seperti ini termasuk wujud kesyukuran terhadap anggota badan.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 277)
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Syukur itu bisa dilakukan oleh hati dengan tunduk dan kepasrahan, oleh lisan dengan mengakui nikmat tersebut, dan oleh anggota badan dengan ketaatan dan penerimaan.” (Madarijus Salikin, 2/246)
Derajat Syukur
Syukur memiliki tiga tingkatan:
Pertama: Bersyukur karena mendapatkan apa yang disukai.
Tingkat syukur ini bisa juga dilakukan orang Islam dan non Islam, seperti Yahudi dan Nasrani, bahkan Majusi. Namun Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Jika engkau mengetahui hakikat syukur, dan di antara hakikat syukur adalah menjadikan nikmat tersebut membantu dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencari ridha-Nya, niscaya engkau akan mengetahui bahwa kaum musliminlah yang pantas menyandang derajat syukur ini.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah menulis surat kepada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu: ‘Sesungguhnya tingkatan kewajiban yang paling kecil atas orang yang diberi nikmat adalah tidak menjadikan nikmat tersebut sebagai jembatan untuk bermaksiat kepada-Nya’.” (Madarijus Salikin, 2/253)
Kedua: Mensyukuri sesuatu yang tidak disukai. Orang yang melakukan jenis syukur ini adalah orang yang sikapnya sama dalam semua keadaan, sebagai bukti keridhaannya.
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Bersyukur atas sesuatu yang tidak disukai lebih berat dan lebih sulit dibandingkan mensyukuri yang disenangi. Oleh sebab itulah, syukur yang kedua ini di atas jenis syukur yang pertama. Syukur jenis kedua ini tidak dilakukan kecuali oleh salah satu dari dua jenis orang:
•    Seseorang yang semua keadaannya sama. Artinya, sikapnya sama terhadap yang disukai dan tidak disukai, dan dia bersyukur atas semuanya sebagai bukti keridhaan dirinya terhadap apa yang terjadi. Ini merupakan (gambaran) kedudukan ridha.
•    Seseorang yang bisa membedakan keadaannya. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak ridha bila menimpanya. Namun bila sesuatu yang tidak menyenangkan menimpanya, dia tetap mensyukurinya. Kesyukurannya (dia jadikan) sebagai pemadam kemarahannya, sebagai penutup dari berkeluh kesah, dan demi menjaga adab serta menempuh jalan ilmu. Karena sesungguhnya adab dan ilmu akan membimbing seseorang untuk bersyukur di waktu senang maupun susah.
Tentunya yang pertama lebih tinggi dari yang kedua. (Madarijus Salikin, 2/254)
Ketiga: Seseorang seolah-olah tidak menyaksikan kecuali Yang memberinya kenikmatan. Artinya, bila dia melihat yang memberinya kenikmatan dalam rangka ibadah, dia akan menganggap besar nikmat tersebut. Dan bila dia menyaksikan yang memberi kenikmatan karena rasa cinta, niscaya semua yang berat akan terasa manis baginya.
Manusia dan Syukur
Kita telah mengetahui bahwa syukur merupakan salah satu sifat yang terpuji dan sifat yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi tidak semua orang bisa mendapatkannya. Artinya, ada yang diberi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ada pula yang tidak.
Manusia dan syukur terbagi menjadi tiga golongan:
1.    Orang yang mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2.    Orang yang menentang nikmat yang diberikan alias kufur nikmat.
3.    Orang yang berpura-pura syukur padahal dia bukan orang yang bersyukur. Orang yang seperti ini dimisalkan dengan orang yang berhias dengan sesuatu yang tidak dia tidak miliki. (Madarijus Salikin, 2/48)
Dalil-dalil tentang Syukur
“Bersyukurlah kalian kepada Allah jika hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (Al-Baqarah: 172)
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan jangan kalian kufur.” (Al-Baqarah: 152)
“Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya dan kepada-Nya kalian dikembalikan.” (Al-’Ankabut: 17)
“Dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur.” (Ali ‘Imran: 144)
“Dan ingatlah ketika Rabb kalian memaklumkan: Jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun di malam hari sampai pecah-pecah kedua kaki beliau lalu ‘Aisyah berkata: ‘Ya Rasulullah, kenapa engkau melakukan yang demikian, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lewat dan akan datang?’ Beliau menjawab: ‘Apakah aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Al-Bukhari no 4660 dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Masih banyak dalil lain yang menjelaskan tentang keutamaan syukur dan anjuran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Semoga apa yang dibawakan di sini mewakili yang tidak disebutkan.


Ancaman bagi Orang-Orang yang Tidak Bersyukur
Yang tidak bersyukur lebih banyak dari yang bersyukur. Hal ini tidak bisa dipungkiri oleh orang yang berakal bersih. Sebagaimana orang yang ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak dari yang beriman. Demikianlah keterangan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
“Dan sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur.” (Saba`: 13)
Sebuah peringatan tentu akan bermanfaat bagi orang yang beriman. Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan dari kufur nikmat setelah memerintahkan untuk bersyukur dan menjelaskan keutamaan yang akan di dapatinya sebagaimana penjelasan Al-Imam As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsir beliau: “Jika seseorang bersyukur niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengabadikan nikmat yang dia berada padanya dan menambahnya dengan nikmat yang lain.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabb kalian telah mengumumkan jika kalian bersyukur niscaya Kami akan menambah (nikmat Kami) dan jika kalian mengkufurinya sungguh azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: “Jika kalian mengkufuri nikmat, menutup-nutupinya dan menentangnya maka (azab-Ku sangat pedih) yaitu dengan dicabutnya nikmat tersebut dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpanya dengan sebab kekufurannya. Dan disebutkan dalam sebuah hadits: ‘Sesungguhnya seseorang diharamkan untuk mendapatkan rizki karena dosa yang diperbuatnya’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/637)
Syukur dan Sabar
Kita akan bertanya: “Jika engkau ditimpa sebuah musibah lalu engkau mensyukurinya, maka tentu pada sikap kesyukuranmu terdapat sifat sabar dan sifat ridha terhadap musibah yang menimpa dirimu. Dan kita mengetahui bahwa ridha merupakan bagian dari kesabaran. Sementara syukur merupakan buah dari sifat ridha.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Syukur termasuk kedudukan yang paling tinggi dan lebih tinggi -bahkan jauh lebih tinggi- daripada kedudukan ridha. Di mana sifat ridha masuk dalam syukur, karena mustahil syukur ada tanpa ridha.” (Madarijus Salikin, 2/242)
Kenapa Kebanyakan Orang Tidak Bersyukur?
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Makhluk ini tidak mau mensyukuri nikmat karena padanya ada dua (sifat) yaitu kejahilan dan kelalaian. Kedua sifat ini menghalangi mereka untuk mengetahui nikmat. Karena tidak tergambar bahwa seseorang akan bisa bersyukur tanpa mengetahui nikmat (sebuah pemberian). Jika pun mereka mengetahui nikmat, mereka menyangka bahwa bersyukur itu hanya sebatas mengucapkan alhamdulillah atau syukrullah dengan lisan. Mereka tidak mengetahui bahwa makna syukur adalah mempergunakan nikmat pada jalan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 288)
Kesimpulan ucapan Ibnu Qudamah rahimahullahu adalah bahwa manusia banyak tidak bersyukur karena ada dua perkara yang melandasinya yaitu kejahilan dan kelalaian.
Mengobati Kelalaian dari Bersyukur
Ibnu Qudamah rahimahullahu menjelaskan: “Hati yang hidup akan menggali segala macam nikmat diberikan. Adapun hati yang jahil (lalai) tidak akan menganggap sebuah nikmat sebagai nikmat kecuali setelah bala’ menimpanya. Caranya, hendaklah dia terus memandang kepada yang lebih rendah darinya dan berusaha berbuat apa yang telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Mendatangi tempat orang yang sedang sakit dan melihat berbagai macam ujian yang sedang menimpa mereka, kemudian berpikir tentang nikmat sehat dan keselamatan. Menyaksikan jenazah orang yang terbunuh, dipotong tangan mereka, kaki-kaki mereka dan diazab, lalu dia bersyukur atas keselamatan dirinya dari berbagai azab.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin hal. 290)
Wallahu a’lam. (Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.asysyariah.com/