Jumat, 27 Mei 2011

Kegiatan anak-anak di sekolah


Lagi ekskul PRAMUKA, perkemahan
Siswa kelas 5 membuat peraga pelajaran matematika.
kegiatan di aula.
Persiapan upacara hari senin

Kamis, 26 Mei 2011

HIKMAH ADANYA IKHTILAF


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perbandingan mazhab dalam bahasa Arab disebut muqaranah al-madzahib, kata muqaranah menurut bahasa, berasala dari kata kerja qarana yuarinu muqaranatan yang berarti mengmpulkan, membandingkan dan menghimpun. Pengertian ini diambil dari perkataan orang Arab yang berarti menggabungkan sesuatu. Mazhab asal artinya tempat berjalan, aliran. Dalam istilah islam berarti pendapat paham atau aliran seseorang alim besar dalam islam yang disebut imam seperti mazhab imam Abu Hanifah dan sebagainya.
Hukum-hukum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para mujtahid dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum. Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid baik dari Al-Qur’an maupun sunah atau dalil lain yang diakui oleh syara’.
Hukum-hukum yang berlaku di Negara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional maupun positif dan hukum internasional.
Mazhab menurut istilah ada beberpa pendapat dalam memberikan pengertian, yaitu:
a)      Menurut Said Ramdani al-Butyi adalah jalan yang ditempuh oleh seseorang
mujtahid dalam menetapkan suatu hukum islam dari Al-Qur’an dan hadits.
b)      Menurut KH. Abdurahman, mazhab dalam istilah islam berarti pendapat atau aliran seorang alim besar dalam islam yang digelari imam seperti mazhab Imam Abu Hanifah.
c)      Menurut A. Hasan mazhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim besar urusan agama baik dalam masalah ibadat ataupun lainnya.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dimbil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya perbandingan mazhab?
2.      Apa saja hikmah mempelajari perbandingan mazhab?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perbandingan Mazhab
Pada dasarnya ikhtilaf ada dua macam, yaitu ikhtilaf dalam bentuk perbedaan dan ikhtilaf dalam bentuk berlawanan. Ikhtilaf dalam bentuk perbedaan ada beberapa macam, di antaranya adalah adanya dua pendapat atau dua perbuatan yang kedua-duanya benar, seperti:
1.      Perbedaaan bacaan Al-Qur‘an yang ada di kalangan para sahabat. Nabi tidak melarang hal semacam itu dari mereka, beliau bersabda: “Kamu masing-masing baik.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
2.      Dua pendapat yang sebenarnya sama hanya berbeda dalam pengungkapan.
3.      Dua pengertian yang berbeda tetapi tidak saling bertentangan. Pendapat yang satu benar dan pendapat yang lain juga benar sekalipun pengertian yang satu tidak sama dengan pengertian yang lain. Inilah yang banyak sekali terjadi dalam benturan pendapat.
4.      Ada dua cara yang kedua-duanya benar. Ketika seseorang atau suatu golongan melakukan cara tertentu dan yang lain melakukan cara yang lain yang kedua-duanya menurut agama baik, kedua belah pihak saling mencela ataumemuji diri sendiri karena kebodohan atau sifat zalim atau memang tidak punya ilmu atau memang ada tujuan yang tidak baik.
Adapun ikhtilaf dalam bentuk berlawanan yaitu dua pendapat yang saling berlawanan, baik dalam masalah pokok atau masalah cabang. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang benar hanya satu. Lalu orang yang berpendapat bahwa tiap-tiap mujtahid itu benar, memahami bahwa pendapatnya tidak berlawanan, dan termasuk ikhtilaf dalam bentuk perbedaan. Pendapat semacam ini dampaknya sangat besar karena sebenarnya dua pendapat di atas adalah saling berlawanan. Akan tetapi kita menemukan banyak di kalangan ulama yang terkadang pendapatnya batil karena bertentangan dengan kebenaran atau terkadang sebagian dalilnya mendukung kebenaran, tetapi ia menolak seluruh kebenaran itu. Dengan demikian ia telah menafikan sebagian kebatilan, sebagaimana pendapat pihak pertama menolak keseluruhan.
Perbedaan semacam ini banyak ditemui pada kalangan ahlus Sunnah berkenaan dengan masalah-masalah taqdir, sifat-sifat Allah, sahabat-sahabat Rasulullah dan lain sebagainya. Demikian juga pada pendapat kebanyakan ahli fiqih atau kebanyakan kalangan mutaakhir dalam masalah-masalah fiqih. Banyak juga ditemui pada kebanyakan orang yang mengaku ahli fiqih dan ahli tasawuf dan kelompok-kelompok sufi serta yang sejenisnya. Adapun tentang kesesatan ahli bid‘ah, maka masalahnya sudah jelas.
Orang yang Allah beri hidayah dan cahaya akan dapat memahami hal ini dengan baik, sehingga ia dengan jelas dapat memperoleh manfaat adanya larangan ikhtilaf dan semacamnya yang tersebut dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Bagi seseorang yang berhati jernih, ia tentu menolak ikhtilaf ini, karena ia menyadari bahwa agama Allah itu berada di atas semua agama lain, sebagaimana firman-Nya pada surah An Nuur ayat 40:
“Dan barang siapa yang tidak Allah berikan cahaya kepadanya
maka dia tidak akan mempunyai cahaya sedikit pun.”
Dalam hal ikhtilaf dalam bentuk perbedaan, maka tanpa diragukan lagi bahwa kedua pihak yang berselisih adalah dalam kebenaran. Sedangkan terjadinya saling mencela merupakan kezaliman kepada pihak lain, padahal Al-Qur‘an telah mengisyaratkan adanya pujian terhadap masing-masing pihak, selama yang satu tidak berbuat zalim kepada yang lain. Hal ini sebagaimana Nabi pernah membenarkan dua kejadian yang berbeda pada hari menyerang Bani Quraidhah. Pada waktu itu beliau menyuruh seseorang untuk menyampaikan seruan:
“Janganlah seseorang melakukan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Quraidhah.”
Tetapi ternyata di antara sahabat ada yang tetap melakukan shalat ‘Ashar pada waktunya dan sebagian lagi menundanya sehingga ia sampai ke kampung Bani Quraidhah.Begitu pula halnya sabda Nabi :
“Apabila seorang hakim berijtihad lalu dia mendapatkan kebenaran, maka dia memperoleh dua pahala. Apabila dia berijtihad tetapi tidak memperoleh kebenaran, maka dia mendapat satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim), dan banyak lagi kejadian yang lain.

B.     Tujuan dan Manfat Mempelajari Perbandingan Mazhab
Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istibath hukum dari dalilnya oleh mereka. Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid)
Dalam mengistinathkan hukum dari dall-dalilna. Dimana setiap imam mujtahid
tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui bahwa dasar-dasar mereka pada
hakikatnya tidak keluar dari As-Sunnah dan Al-Qur’an dengan perbedaan interpretasi.

C.    Sebab Terjadinya Ikhtilaf
Ikhtilaf berarti berselisih tidak sepaham. Sedangkan secara terminology fiqih ikhtilaf adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqih sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.
Sebab-sebab ikhtilaf yaitu:
1.      Perbedaan pemahaman tentang lafadz nash.
2.      Perbedaan dalam masalah hadits.
3.      Perbedaan dalam pemahaman dan penggunaan kaidah penggunaan kaidah
lughawiyah nash.
4.      Perbedaan dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan.
5.      Perbedaan tentang qiyas.
6.      Perbedaan dalam penggunaan dalil-dalil hukum.
7.      Perbedaan dalam masalah nash
8.      Perbedaan dalam pemahaman illat hukum.
Syaikh Muhamad al-madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha, membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu:
1.      Pemahaman Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2.      Sebab-sebab khusus tentang sunnah rasul.
3.      Sebab-sebab yang berkenaan dengn aqidah-aqidah ushuliyah atau fiqhiyah.
4.      Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Sebab-sebab khusus menganai sunah Rasul, yaitu:
1.      Perbedaan dalam penerimaan hadits.
2.      Perbedaan dalam menilai periwayatan hadits.
3.      Ikhtilaf tentang kedudukan Rasulullah SAW.

D.    Hakikat dan Munculnya Ikhtilaf dalam Fiqih
Sementara orang menyangka, bahwa perbedaan pendapat dalam masalah fiqih adalah karena semata-mata pendapat pribadi orangnya, sehingga munncullah mazhab dan pendapat-pendapat. Anggapan orang yang keliru didukug pula oleh sikap orang-orang yang “fanatic buta” terhadap mazhab dan mengangkat pendapat mazhb lebih tinggi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, di satu pihak dan pihak lain hampir semua kitab
“matan” tidak menyebutkan sandaran pendapat Al-Qur’an atau As-Sunnah ataupun
cara pengalisaannya.

E.     Hikmah adanya Ikhtilaf
1.      Niatnya jujur dan menyadari akan bertanggungjawab bersama.
2.      Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala
berpikir.
3.      Memberikan kesempatan berbicara kepada lawan atau pihak yang berbeda
pendapat dan bermuamalah dengan manusia lainnya yang menyangkut kehidupan di sekitar mereka.
Tujuan mengetahui sebab terjadinya ikhtilaf
Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan para
ulama fiqih, sangat penting untuk membantu kita, agar keluar dari taqlid buta, karena
kita akan mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan serta jalan pemikiran
mereka dalam penetapan hukum suatu masalah. Sehingga dengan demikian akan
terbuka kemungkinan untuk memperdalam studi tentang hal yang diperselisihkan,
meneliti sistem dan cara yang lebih baik, serta tepat dalam mengistinbatkan hukum
juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hukum fiqih bahkan akan terbuka
kemungkinan untuk menjadi mujtahid.D. Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf Di Kalangan Sahabat
Ikhtilaf di sekitar Fatwa Sahabat
Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama, bahwa perkataan sahabat yan
tidak hanya berdasarkan pkiran semata-mata adalah menjadi hujjah bagi umat islam.
Hampir smua ahli ushul (fiqih) menyatakan hal serupa ketika membahas tentang
mazhab sahabat (fatwa sahabat).
Adapun yang masih diperselisihkan leh para ulama adalah perkataan sahabat yang
semata-mata berdasarkan hasil ijtihad mereka sendiri dan para sahabat tidak dala satu
pendirian, contoh perbedaan pendapat dikalangan sahabat antara lain:
Umar bin Khattab berkata, bahwa iddah wanita hamil yang ditinggal mati adalah ia
sampai ia melahirkan sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib adalah melewati dua
masa, yaitu masa melahirkan dan melewati 4 bulan 10 hari.
Perbedaan pendapat ini terjadi karena Allah SWT menetapkan iddah wanita hamil
yang diceraikan adalah sampai melahirkan dan iddah wanita hamil yang ditinggal
mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari tanpa perincian yang jelas.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Di dalam dunia Islam, kebebasan manusia dalam berfikir tidak lahir dari suatu proses sejarah tetapi berpangkal pada inti ajaran Islam sendiri, yang mayoritas adalah dhanniyah ad dilalah. Dengan adanya kebebasan berfikir, merenung, dan kebebasan untuk berkarya dalam memahami maksud suatu nash -  yang dhanniyat ad dilalah – diatas, sejarah telah mencatat dengan tinta emas akhirnya ulama besar bidang fiqh thasawuf, filsafat, ilmu kalam dan sebagainya. Misalnya imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii, Ahmad bin Hambal, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Biruni, Ats-Tsauri, dan sebagainya
Realitasnya, di tengah masyarakat muslim Indonesia berkembang berbagai macam aliran fiqh kendatipun mayoritas bermazhab Syafi’i. Bukankah perbedaan pendapat berkenaan dengan maalah furu’iyah (cabang), baik mengenai ibadah, mu’amalah, dan persoalan lainnya sering dijumpai di tengh-tengah masyarakat Indonesia?
Perbedaan mazhab dan khilfiah merupakan merupakan peroslan yang terjadi dalam realitas kehidupan manusia. Diantara masalah khilafiah tersebut ada yang bias diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana dan mudah berdasarkan akal sehat, karena adanya toleransi dan saling pengertian. Meskipun demikian, keberadaan masalah khilafiah itu tetap menjadi ganjalan dalam menjalin harmonisasi di tengah umat Islam. Karena diantara mereka seringkali menonjolkan ta’asubiah (fanatik) yang berlebihan dan jauh dari pertimbangan akal sehat.
Masalah khilafiah furu’iyah yang bermula dari perbedaan mazhab fiqh, juga dapat menyulut percikapan perbedaan pendapat. Masalah ini cenderung mempunyai harga tawar sendiri. Karenanya, perbedaan mazhab dan ikhtilaf harus dijaga agar tetap berada pada jalurnya dan sesuai dengan etika yang luhur. Sehingga perbedaan dan ikhtilaf itu tidak mendatangkan kemudlaratan atau menimbulkan perpecahan, tetapi menjadi rahmat.
Sekali lagi, khilafiah dalam lapangan hokum (fiqh Islam) tidak perlu dipandang sebagai factor yang melemahkan kedudukan hokum Islam dan menjadi penyebab munculnya friksi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan sebaliknya, adanya khilafiah furu’iyah bisa memberikan kelonggaran kepada umat Islam dalam melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Di sinilah urgensinya memaknai ungkapan “Ikhtilafu ummati rakhmat” (perbedaan pendapat umatku adalah rahmat)
B.     Saran
Apapun mazhab yang kita pakai, jangan sampai membuat kita untuk mencela mazhab yang lain, karena semua mazhab itu merupakan ilmu fiqh yang juga dari sunnah Rasulullah saw.
 Jangan perbedaan mazhab membuat kita menjadi terkotak-kotak, padahal masih hal lain yang perlu kita perbaiki dari umat Islam. Kita asyik berdebat setiap ada masalah perbedaan mazhab, sampai ada yang memutuskan silaturahim akan tetapi kita melupakan kewajiban untuk memperbaiki hubungan sesama muslim.
Jika kita hanya sibuk mengurus perbedaan mazhab, maka Islam akan hancur oleh umatnya sendiri.

Selasa, 24 Mei 2011

Foto SDIT ASH-SHOHWAH

LAGI BELAJAR DI LAB KOMPUTER

Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( intruction ). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
Prinsip mengajar adalah suatu aturan yang berlaku bagi seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Prinsip-prinsip tersebut disebut dengan Asas-asas Didaktik. Dengan demikian prinsip-prinsip tersebut harus diketahui dan dipahami serta dapat diterapkan oleh guru atau calon guru agar dapat mengajar dengan baik dan berhasil sesuai dengan tujuan.
Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti : perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya.
Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik, salah satu diantaranya yang menurut penulis penting adalah metodologi mengajar.
Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena keeratan hubungan antara keduanya.
Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
Metodologi mengajar banyak ragamnya, kita sebagai pendidik tentu harus memiliki metode mengajar yang beraneka ragam, agar dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu disesuaikan dengan tipe belajar siswa dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pengajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud/tercapai. Karena begitu pentingnya metode mengajar dalam pembelajaran maka penulis tergugah untuk menulis dan menguraikannya sehingga makalah ini penulis beri judul " Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam ".

B.     Identifikasi Masalah
Setelah membaca latar belakang makalah ini, maka timbullah masalah yang teridentifikasi:
1.      Apakah prinsip-prinsip dan metode pengajaran diperlukan dalam mengajar pendidikan agama Islam?
2.      Apakah guru yang kreatif mempengaruhi cara belajar anak?

C.     Batasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah :
1.      Prinsip-prinsip dan metode pengajaran dalam mengajar pendidikan agama Islam.
2.      Guru yang kreatif mempengaruhi cara belajar anak.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana deskripsi prinsip-prinsip dan metode pengajaran dalam mengajar pendidikan agama Islam?
2.      Bagaimana deskripsi guru yang kreatif mempengaruhi cara belajar anak?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Prinsip-prinsip Mengajar
Prinsip guru, adalah asas atau aturan pokok, dimana seorang guru sebagai motifator untuk merangsang daya dorong pribadi siswa dalam melaksanakan sesuatu atau suatu jabatan karir, fungsional dan profesional yang berkompoten (cakap, mampu dan wewenang) dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat atau pemerintah untuk melaksanakan tugas.[1]
Mengingat tugas yang berat itu, guru yang mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar, dan harus dilaksanakan seefektif mungkin agar guru tidak asal mengajar.
Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
·         Pengajaran hendaknya menarik minat
·         Partisipasi murid dalam kegiatan belajar mengajar
·         Prinsip pengulangan
·         Perbedaan individu
·         Kematangan murid
·         Prinsip kegembiraan
·         Prinsip mengajar murid belajar
·         Ketersediaan alat-alat[2]
Guru yang menggunakan prinsip-prinsip tersebut mudah-mudahan guru dapat menetapkan pembelajaran yang sesuai sehingga mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
Dari beberapa prinsip di atas, merupakan tugas pokok seorang guru yang profesional dan efektif sebagai pengajar. Untuk itu guru dituntut untuk memiliki seperangkat keterampilan teknik mengajar di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. Guru sebagai pembimbing memberi tekanan, memberi bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, masih ada prinsip-prinsip mengajar yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang efektif antara  lain :
1.      Konteks, artinya dalam belajar sebagian besar tergantung pada konteks belajar itu sendiri. Problematis yang mencakup tugas untuk belajar hendaknya dinyatakan dalam kerangka konteks, yang dianggap penting dan memaksa bagi pelajar dan melibatkan siswa menjadi peserta yang aktif. Adapun ciri-ciri konteks yang baik adalah sebagai berikut :
1.      Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan kuat
2.      Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret
3.      Pengalaman konkret dan dinamis merupakan alat untuk menyusun pengertian yang bersifat sederhana sehingga pengalaman dapat ditiru untuk diulangi.
2.      Fokus, artinya belajar yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan disuatu fokus. Dengan demikian akan timbul organisasi belajar yang tepat, yang memungkinkan terjadi proses penangkapan pengertian oleh siswa-siswa itu sendiri.
3.      Sosialisasi, artinya dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kelompok diskusi, mereka bertanggung jawab bersama dalam proses memecahkan masalah.
4.      Individualisasi
5.      Evaluasi[3]
Guru akan lebih efektif dan efesien dalam melakukan tugasnya, jika menerapkan prinsip-prinsip di atas dalam proses pembelajaran. Sebab timbulnya pertanyaan saran dan komentar mendorong mereka untuk bepikir lebih lanjut dan berusaha memperbaiki kekurangannya. Mutu makna dan efektifitas belajar sebagian besar tergantung kepada kerangka sosial tempat belajar itu berlaku.
Jadi dari prinsip mengajar harus dimiliki oleh seorang guru yang efektif, sebab guru tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
B.     Ciri-ciri guru yang efektif
Pada pembahasan di atas telah dijelaskan prinsip-prinsip mengajar, maka pada pembahasan ini akan dibahas tentang ciri-ciri guru yang efektif dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik.
Dengan meninjau lebih dalam lagi, kita dapat melihat bahwa kecakapan serta pengetahuan dasar seorang guru yang efektif terletak dalam sedikitnya 4 (empat) ciri utama :
1.      guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan padanya.
2.      Guru harus  memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
3.      Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan. Sesungguhnya mengajar merupakan satu bentuk bimbingan dapat dilaksanakan oleh guru.
4.      Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru, mengenai ilmu yang diajarkan.[4]
Dari keempat ciri di atas harus dimiliki oleh seorang guru, sebab gurulah yang menjadi pembimbing dan penyuluh yang memelihara dan mengarahkan perkembangan pribadi dan keseimbangan mental di dalam mempelajari dan membangun sistim nilai dibutuhkan dalam masyarakat Indonesia.
Ciri guru dalam mengajar yang efektif tergantung pada keempat bidang yang telah disebutkan. Mengajar yang efektif tergantung pada corak pemaknaan yang penuh dari pengajar itu. Keempat ciri yang praktis itu salah satu tak dapat diabaikan, agar dapat mengorganisasikan proses mengajar untuk mencapai taraf maksimal mengenai pemaknaan penuh, juga untuk mencapai efektifitas maksimal, serta siswa mampu mendapatkan hasil terbaik dan otentik.
Cece Wijaya berpendapat bahwa guru yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Guru sebagai pendidik dan pengajar, yakni harus memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan siswa, bersikap realistis, bersikap jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan untuk mencapai semua itu, guru harus memiliki dan menguasai berbagai jenis pelajar, menguasai teori dan praktek kependidikan menguasai kurikulum dan metodologi pengajaran.
2)      Guru sebagai anggota masyarakat, yakni harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu guru harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia, dan guru harus memiliki keterampilan serta menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
3)      Guru sebagai pengelola proses belajar mengajar,yakni harus menguasai berbagai metode mengajar dan harus menguasai situasi belajar mengajar baik dalam kelas maupun di luar kelas.[5]
Jadi guru mempunyai tugas yang amat penting, sebab gurulah yang menanamkan adat istiadat yang baik dalam jiwa murid-murid, dan gurulah yang memasukkan pendidikan akhlaq dan keagamaan dalam hati sanubari anak-anak. Bahkan gurulah yang memberikan pendidikan kemasyarakatan dan cinta tanah air murid-murid.
Mengingat tugas dan tanggung jawab seorang guru yang begitu kompleksnya, maka guru yang efektif memiliki ciri khusus antara lain dikemukakan sebagai berikut:
1)      Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep-konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2)      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan pekerjaan atau bidang profesinya.
3)      Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
4)      Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan
5)      Memungkinkan perkembangan yang terjadi sejalan dengan dinamika kehidupan[6]
Selain ciri-ciri  tersebut di atas, masih ada ciri-ciri guru yang efektif yang harus dipenuhi antara lain :
1.      Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2.      Memiliki klien/obyek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya maupun guru dengan siswanya
3.      Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya dalam masyarakat.
Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa guru yang efektif dan profesional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan, agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang mendalam.
Guru memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan dasar bagi guru yang bersangkutan dalam menjalankan tugas keguruannya secara efektif antara guru dan siswa. Kepribadian guru menunjukkan perlunya struktur kepribadian dewasa yang mantap, sosial dinamika, (reflektif serta berupaya untuk maju), dan bertanggung jawab. Guru yang memiliki kepribadian dan sosial yang bertanggung jawab dalam uraian ini adalah :
1.      Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup (termasuk nilai moral dan keimanan)
2.      Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggung jawab
3.      Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam lingkup sekolah maupun di luar sekolah
4.      Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik
5.      Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya dan masyarakat
6.      Dalam persahabatan dengan siapapun, guru tidak kehilangan prinsip serta nilai yang diyakininya
7.      Guru mampu  tampil baik dan berwibawa
8.      Guru hendaknya dapat menggunakan waktu luangnya secara bijaksana dan produktif[7].
Tugas dan tanggung jawab ini erat kaitannya dengan ciri-ciri guru yang efektif, sebagaimana yang dikutip oleh Nana Sajana mengemukakan bahwa ada empat ciri-ciri guru, yakni :
1.      Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tigkah laku siswa
2.      Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya
3.      Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya.
4.      Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar[8]
Dari pendapat di atas, maka guru harus memiliki kemampuan yang dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu :
1.      memiliki kemampuan dalam bidang kognitif, artinya kemampuan dalam bidang intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan kemasyarakatan serta pengetahuan umum.
2.      memiliki kemampuan perilaku, artinya kemampuan guru dalam berbagi keterampilan dan berprilaku, yaitu keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menyusun perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
3.      memiliki kemampuan perilaku, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan dan berperilaku, yaitu keterampilan mengajar, membimbing, menilai, atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain.
Dari ketiga ciri yang harus dimiliki oleh seorang guru, tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi. Sehigga guru dalam pelaksanaan tugasnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Selain dari ciri-ciri di atas, masih ada ciri-ciri guru yang efektif antara lain:
1.      Sikap positif sebagai dasar terhadap pengajaran yang efektif
a.       Guru sebaiknya memiliki sikap positif sebagai dasar terhadap pengajaran yang efektif, sebab guru dan sekolah mempunyai pengaruh positif yang penting pada siswa.
b.      Guru-guru cenderung menggunakan pujian dari pada kritik
c.       Guru yang efektif berkemampuan tinggi cenderung bersifat fleksibel.
2.      Penggunaan waktu
a)      Guru yang memiliki kemampuan tinggi menggunakan waktu secara efektif.
b)      Pemindahan dari waktu kewaktu sesuai alokasi waktu dimanfaatkan oleh guru dan siswa secara efektif untuk mencapai tujuan.
c)      Motivasi dan prestasi berkaitan dengan guru-guru yang efektif yang memanfaatkan waktu dengan  sebaik mungkin.
3.      Keterampilan berkomunikasi yang efektif
Ada empat aspek komunikasi yang efektif, yaitu penguasaan istilah, kata yang tepat, pembicaraan yang ada kaitannya dan penekanan.[9] Dari beberapa ciri guru di atas dapat membantu siswa dalam pencapaian tujuan utamanya dalam proses pembelajaran.
C.    Metode Pengajaran ala Rasulullah
Bagaimana beliau berinteraksi dengan anak-anak, memerintahkan mereka, melarang, bercanda, mendukung anak-anak, tersenyum, tidak marah-marah, tidak suka mencela, dan menanamkan akidah takdir secara aplikatif dalam diri mereka.
Berikut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu:
خَدِمْتُ النَّبِيَّ عَشْرَ سِنِيْنَ , وَ اللهِ , مَا قَالَ لِيْ اُفِّ قَطٌّ, وَلَا قَالَ لِشَيْءٍ : لِمَا فَعَلْتَ كَذَا, وَهَلَّا فَعَلْتَ كَذَا.
Aku membantu Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah berkata kasar kepadaku. Tidak pernah beliau berkata, “Kenapa engkau melakukan demikian” atau “Kenapa tidak engkau lakukan demikian.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal:
Rasulullah saw., adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku jawab, “Demi Allah, aku tidak akan pergi.” Tetapi, dalam hatiku aku ingin pergi melaksanakan perintah Nabi Allah saw. Aku pun keluar melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Ternyata Rasulullah saw., sudah berdiri di belakangku dan memegang tengkukku. Aku melihat ke arah beliau dan beliau tertawa. Beliau bersabda, “Hai Unais, pergilah melaksanakan perintahku!” Aku jawab, “Ya, Aku pergi, wahai Rasulullah.” Demi Allah, aku menjadi pelayan beliau selama sembilan tahun, tidak pernah aku mendengar beliau mengatakan terhadap sesuatu yang aku lakukan, “Kenapa engkau melakukan demikian.” Tidak juga untuk sesuatu yang tidak aku lakukan, “Kenapa engkau tidak lakukan demikian.”
Dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa Anas ra.:
خَدِمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِيْنَ, فَمَا اَمَرَنِيْ بِاَمْرٍ فَتَوَانَيْتَ عَنْهُ اَوْ ضَيَّعْتُهُ فَلَامَنِيْ, فَاِنْ لَامَنِيْ اَحَدٌ مِنْ اَهْلِ بَيْتِهِ اِلَّا قَالَ: دَعُوْهُ, فَلَوْقُدِّرَ, اَوْ قَالَ: لَوْ قُضِيَ اَنْ يَكُوْنَ كَانَ
Aku menjadi pembantu Nabi saw., selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau memberiku perintah, lalu lama aku menegrjakannya, atau tidak aku kerjakan sama sekali, melainkan beliau tidak mencelaku. Apabila ada salah satu anggota keluarga beliau yang mencelaku, beliau bersabda, “Biarkanlah dia. Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”
Ini kalau menunjukkan sesuatu, maka menunjukkan perhatian Rasulullah saw., atas pembentukan akhlak dan perilaku anak-anak secara aplikatif dengan memberikan teladan kepada mereka. Anak-anak itu pun tumbuh dengan perilaku yang baik dan pribadi yang kuat di hadapan berbagai tantangan matrealisme yang telah menunggu dan siap menerkamnya dalam kenyataan hidup bermasyarakat. Mereka tidak melupakan akhlak islami di hadapan badai berbagai aliran sesat yang disusupkan oleh masyarakat jahiliyah dalam jiwa-jiwa yang beriman pada zaman modern ini.[10]

D. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama
Metode-metode mengajar yang dapat diterapkan dalam PBM Pendidikan Agama Islam, antara lain :
1.    Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode penyajian secara lisan terhadap materi pelajaran yang diberikan. Ceramah hendaknya dikombinasikan dengan metode lain, seperti diskusi, hapalan, tanya jawab, dll.
Langkah-langkah metode ceramah adalah :
a)      Mendifenisikan beberapa istilah
b)      Pembuatan bagian dan sub bagian yang dibicarakan
c)      Pembuatan ikhtisar
d)     Mengajukan dan memecahkan kesulitan siswa untuk dijelaskan oleh guru
2.    Metode Diskusi
Langkah-langkahnya :
a)      Penyajian; pengenalan terhadap masalah yang akan dimintakan pendapat, evaluasi dan pemecahan masalah oleh siswa
b)      Bimbingan; pengarahan guru selama diskusi kearah tujuan